Rabu, 02 Oktober 2019

Terkesan Sama Pentingnya dengan Mengesankan

Orang seperti apapun yang mendapati saya jadi rekan kerjanya, kemungkinan besar akan terheran atau malah muak dengan kebiasaan memuji orang yang kadang terdengar berlebihan. Beberapa saksi 'nyata' diantaranya adalah teman-teman saya ketika magang, teman-teman komunitas bahasa, hingga beberapa kolega saya di luar kantor.  Bila diistilahkan dalam bahasa Sunda, kebiasaan ini disebut gumunan.

Meski sering terdengar 'menjilat', bukan berarti saya tanpa alasan bersifat seperti itu. Saya memandang bahwa adakalanya penghargaan tak selalu soal sertifikat atau pengumuman di depan khalayak ramai. Bisa jadi berawal dari pujian kecil yang dilontarkan, namun tulus menyentuh substansi jauh lebih 'berkhasiat' untuk mendekatkan antara hati ke hati.

Saya -tanpa maksud untuk pongah- mengakui punya kelebihan akan ingatan yang cukup 'tajam'. Kelebihan ini tidak serta muncul tatkala saya lahir, melainkan dibina dan 'diusahakan'  melalui kecenderungan melibatkan sikap emosional dalam menyimak dan mendalami pemaparan substansi yang dibawa orang lain. Sehingga, substansi yang disampaikan bisa saya ingat terus sampai bertahun-tahun kedepan.


Hari ini, saya sudah 3 tahun lebih menapaki karir profesional sebagai analis perusahaan cabang. Saya merasa bahwa memiliki kemampuan untuk terkesan adalah hal yang vital untuk membina hubungan jangka panjang dengan relasi kerja. Salah satu referensi tercetak yang menguatkan saya untuk menjustifikasi kebiasaan ini adalah  wejangannya Bapak John C. Maxwell, salah satu ahli kepemimpinan dunia.

Ahli kepemimpinan yang bijak itu berpesan: "Kita cenderung menyangka dan membiasakan diri bahwa cara untuk membawa pengaruh bagi orang lain adalah dengan membuatnya terkesan. Ya memang pada beberapa hal, menjadi mengesankan itu penting. Tapi kalau dilakukan di setiap konteks kehidupan, bisa jadi membuka ruang kepongahan dan sikap apatis terhadap apa yang disampaikan orang lain."

                                        Pesan dari John C. Maxwell Perihal 'Terkesan'

Bukan berarti saya menilai semua manusia berpotensi jatuh dalam lembah kepongahan lantaran sibuk menjadi mengesankan.  Hanya saja,  memang ada beberapa pencapaian dalam kerja maupun sikap yang tidak selalu bisa maksimal lantaran 'diekspos' atau 'diumumkan' pada khalayak.

Masih segar dalam ingatan saya, 3 tahun silam salah seorang kepala perusahaan cabang berpesan kepada para karyawannya :

"Apabila wanita hendak berkarir dan ingin mendapat restu dari keluarga agar karir tetap lancar , mohon dijauhi yang namanya pamer gaji dan kemampuan bekerja kepada suami, serta jangan
sampai memperlakukan keluarga di rumahnya seperti halnya karyawan di kantor"

Dengan mengingat bahwa kunci motivasi kebanyakan kaum pria adalah kepercayaan diri seorang wanita memamerkan gaji melebihi suami tanpa alasan jelas dikhawatirkan membuat kaum Adam semakin minder. Ini adalah teori yang dipaparkan oleh seorang psikolog pernikahan yang mendunia, John Gray. Tapi, bukan berarti saya ingin menekankan bahwa seorang wanita harus dibuat minder.

Jangan lupakan bahwa wanita punya setumpuk pekerjaan diluar kantornya yang harus ditunaikan, dengan imbalan kadang tidak sebesar yang diberikan kantornya. Dalam kesempatan ini, saya pun ingin menekankan kepada para pria untuk sering-sering terkesan dengan perjuangan istri mengurus rumah, melahirkan dan membesarkan anak dengan darah keringat air mata, hingga menahan kesabarannya saat melihat tingkah kita yang mengesalkan. Baik istrimu bekerja ataupun mengabdi di rumah (menjaga dirinya, dirimu, dan anak-anakmu), semua adalah usaha yang patut diapresiasi.

Lebih jauh lagi, bukankah sudah nalurinya kita sebagai manusia cenderung senang dan bahagia apabila mendapatkan pujian? Bukankah kita senang untuk membuka pertemanan dengan orang yang senang berbicara baik soal diri kita? Sehingga, kendati seseorang sudah meraih kemapanan dalam jabatannya, tetap perlu untuk berterus terang dalam membutuhkan orang lain.  Disinilah terkesan dengan orang lainpunya nilai sama pentingnya dengan menjadi mengesankan bagi orang lain.

Jikalau kita berani kritik terang-terangan, alangkah baiknya dengan memberikan pujian secara terus terang. Setiap manusia tidaklah hitam putih; setiap orang punya warna dan gejolak jiwanya masing-masing. Pun demikian halnya dengan mengkritik diam-diam, selayaknya diimbangi dengan memuji diam-diam. 

Sebagai penutup, saya ingin mengingatkan bahwa dengan keengganan kita untuk terkesan, bisa jadi seseorang takkan mau bergaul dalam jangka panjang dengan kita. Dalam pandangan saya, menjilat itu bukan tentang berarti memuji berlebihan orang lain.

Menjilat adalah tentang terlalu cepatnya memberikan pujian dan apresiasi kepada orang yang memang belum melakukan hal yang patut dipresiasi,  sementara  di sisi lain kita liar dalam membicarakan dan mencela keburukannya di belakang serta leluasa menyebarkan aibnya. 

Sekadar memuji tapi kita menjauhi ruang untuk mengupas dan melepas aibnya di belakang, artinya kita percaya dia bisa berubah jadi lebih baik dan memandang seseorang dengan adil. Kalaupun masih tergerak untuk mengupas aib di belakang, hati-hati. Bisa jadi,  tatkala kita memuji orang lain di depan lalu mengeksploitasi kelemahan saat dia tidak ada; bisa jadi saat kita tak ada, aib kita sedang dikupas setelanjang-telanjangnya oleh yang lain.

(Referensi: John Maxwell, 360 Daily Reader)

9 komentar:

  1. keengganan kita untuk terkesan, bisa jadi seseorang takkan mau bergaul dalam jangka panjang dengan kita. Siap 🙋‍♀️

    BalasHapus
  2. Ampun, aku jarang puji orang kalau dalam hal pekerjaan. Tapi kalau tentang ibadah, kepedulian ke sesama gak bisa nahan untuk tak mengungkapkan kekagumanku. Sebuah spirit tersendiri.

    Kalau seperti ini, wajarlah?

    BalasHapus
  3. MasyaAllah luar biasa , menarik 😊

    BalasHapus
  4. bagus banget..
    memujilah dengan melihat prosesnya bukan hasilnya saja.

    BalasHapus
  5. Teman senja: yap, tapi diimbangi dengan menahan diri mengumbar aib di belakang

    Mba haila: alhamdulillah, semoga bermanfaat

    Mba tanti: wajar, dengan catatan ada beberapa tahap menjadi profesional yang memang perlu sikap untuk mengapresiasi.

    El.fau: siap gerak

    Lilisod: sa ae mbak. Wkwkkw Terima kasih.

    Jihan: ya, kadang kita sendiri pun agak2 risau bila bergaul dengan orang yang tiap kali ketemu hanya mencibir dan apatis.

    BalasHapus
  6. Pujilah seseorang jika bisa menaikkan dia dalam hal kebaikan

    BalasHapus
  7. Mantapp bgt 👍, memuji n mengkritik secukupnya 😁

    BalasHapus

  Tembakan Salvo di Ujung Senja - Briantono Muhammad Raharjo-   1948, Jember   "Mbak Rukmini, kenapa sekarang Bapak hanya jad...