Sabtu, 12 Oktober 2019

Adi, Inilah Ingatan Tentang Dirinya, Semoga Kalian Dikuatkan


Selamat pagi Adi,

Sungguh kehilangan dirinya adalah duka yang mendalam. Mungkin engkau adalah orang yang paling terpukul, karena bertahun-tahun bersamanya menjadi sepasang manusia yang mengawal lahirnya generasi baru.

Semalam, aku sempat bermimpi tentang pagelaran setelah ujian akhir sekolah dasar. Dimana ia diumumkan menjadi salah satu siswi terbaik, dengan prestasi membanggakan. Masih kuingat bagaimana mikrofon di tangan guru menyebut namanya, dan aku melihatnya di aula sekolah dasar.

Aku sering sekelas dengannya di masa sekolah dasar, tapi jarang kusapa dia. Sesekali memang ibunya menyapaku. Yang kutahu tentangnya, ia tak pernah absen dari mengisi daftar juara kelas.

Aku baru bertemu dengannya saat SMA. Dia ditempatkan di kelas lain, sementara aku dengan kamu adalah teman sekelas. Sesekali dia memang mengajak bicara, beberapanya tentang kenaifan masa sekolah dasar yang mungkin luput dari ingatanku. Di lain waktu, aku dan dia pernah sama-sama ikut merancang reuni pasca sekolah dasar setelah lima tahun.

Rasanya, dia termasuk yang jarang absen setiap ada reuni. Kadang kudengar acapkali dia iseng memintaku karaoke di hadapan teman-teman sekolah dasar. Di lain sisi aku dan teman-teman sekolah dasar belum melihat ia berubah dari sifat gigihnya meraih prestasi.

Ketika akhirnya dia menempuh jalan jadi dokter, beberapa kali ia sempat melintas di jalan raya dekat salah satu masjid terbesar di Bandung. Kutanyakan padanya tentang seberapa sering melewati jalan itu, dia menjawab ibunya sedang sakit. Aku tak pernah menyangka, bahwa masjid besar itu akan menjadi saksi janji sakralmu dengan dirinya.

Belum ada dua tahun semenjak terakhir kali kita bertemu, Adi. Kau bercerita tentang perjuangan kalian bersama menanti anak kedua. Aku turut bahagia saat itu, karena kutahu bahwa perjuangan kalian menanti putra sulung yang kini beranjak balita, adalah kisah yang cukup menggugah.

Setelah anak kedua kalian lahir, Di, aku turut cemas dengan dia yang berjuang melawan penyusup-penyusup dalam sel darah putihnya.  Teman seangkatan SMA turut cemas , lalu berbondong-bondong memberikan donor. Sayang, darahku tak cocok untuknya. Mohon maaf aku tak bisa membantu, Di.

Tepat jam kosong kosong bergantinya hari, aku turut berduka atas kepulangannya menghadap Yang Maha Kuasa. Kukira, hari-hari esok akan cukup berat untuk kalian hadapi. Karena aku tak sanggup membayangkan betapa sunyinya sebuah rumah tanpa kehadiran sosok istri sekaligus ibu anak-anak. Semoga engkau dikuatkan, Adi.

Teman sekelas dan mentoring, Brian

(in memoriam with Syifa Karmani, rest in peace by 00:00 at 12 October 2019)

6 komentar:

  1. Semoga keluargayang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran. Aamiin

    BalasHapus
  2. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, semoga keluarga yg ditinggalkan diberi kekuatan ketabahan

    BalasHapus
  3. terima kasih teman-teman, alhamdulillah teman SD saya sudah dimakamkan di Tasikmalaya tepat hari minggu yang lalu.

    BalasHapus

  Tembakan Salvo di Ujung Senja - Briantono Muhammad Raharjo-   1948, Jember   "Mbak Rukmini, kenapa sekarang Bapak hanya jad...