Senin, 14 Oktober 2019

Pesona Tersembunyi Deadline

Ketika kita mulai menapaki masa sekolah, guru-guru kerap membiasakan untuk mengumpulkan tugas tepat pada waktu yang mereka jadwalkan. Tentu ada anak yang bisa secepat kilat membereskan pekerjaannya, sementara memang ada yang perlu banyak mikir atau melamun sebelum mengumpulkan tugas. Sampai akhir SD, saya termasuk orang yang kurang mentaati jadwal pengumpulan tugas.

Di satu sisi, setelah mengumpulkan tugas, biasanya ada rasa lega yang muncul. Entah memang karena terdorong perasaan tuntas menyelesaikan pekerjaan atau sekedar menghilangkan beban sesaat. Kadang, memang ada perasaan lega berlebih, ketika menyelesaikan suatu misi sebelum 'bel berbunyi'. Namun tak berarti bahwa pekerjaan kita usai.

Masa berkuliah yang menuntut kemandirian cukup mengubah jalan pemikiran tentang 'waktu pengumpulan tugas'. Seringkali karena banyak tugas dibuat dalam format kelompok, maka tenggat waktu pengumpulan tugas tidak bisa sekedar menunggu titah dosen. Tentu perlu waktu untuk menyunting, menguji substansi tugas, dan memetakan koordinasi antar teman dalam tim. Kenyataannya, karena tidak jarang dijadikan ketua kelompok, acapkali saya mengambil dominasi tugas dan koordinasi lantaran 'segudang alasan teman-teman'. Tetapi, saya tetap puas karena tidak melanggar tenggat waktu.

Pada suatu masa di tingkat akhir perkuliahan, kelompok saya bertanggung jawab untuk menyelesaikan sebuah dokumen 200 halaman. Lantaran yang belum serius mengerjakan tugas akhir hanya saya, lagi-lagi mendominasi pengerjaan tugas jadi sebuah pilihan tak terelakkan. Lebih-lebih, karena waktu itu klub pemain musik binaan kakak tingkat mengajak saya ikut bermain tepat sehari sebelum tenggat waktu pengumpulan tugas, entah darimana saya mendapatkan energi sehingga laporan besar itu kelar dalam waktu 2 minggu sebelum pengumpulan.

Deadline. Begitu biasa kita sapa tenggat waktu yang sering membuat risau dan depresi. Bukan hanya karena kata yang tersemat, namun juga tentang konsekuensi yang menanti setelahnya. Akan tetapi, saya melihat beberapa keindahan tersembunyi di balik kata pamungkas ini:

1. Percaya atau tidak, kejelasan tenggat waktu membuat kita realistis dalam mengelola prioritas. Bisa jadi kita sering terjebak dalam kesibukan, tapi belum tentu produktif. Sisi terang dari sebuah deadline, adalah menjadi kompas kemana harus mengarahkan energi dalam menyelesaikan kesibukan.

2. Deadline membuat kita tahu kapan harus bernafas lega, kapan kencang berlari. Maka, kemampuan menyusun deadline secara mandiri bisa membawa energi berkelanjutan untuk membangun fokus terhadap penuntasan tugas.

3. Selain memberi batasan waktu, deadline juga secara implisit adalah alarm, tentang sejauh dan secepat apa harus berpikir. Adakalanya, ketika deadline tidak jelas, kita terlalu banyak berkubang mencari narasi paling sempurna, data paling lengkap, hingga sumber referensi yang menyeluruh -sampai-sampai cuma tinggal salin tempel dirubah sedikit-. Namun, dengan adanya tenggat waktu, kita terdorong untuk tahu pekerjaan yang bisa dilewati sempurna atau cukup seadanya yang penting rapi.

4. Deadline adalah sebuah kepastian hidup. Kita mungkin tidak paham bahwa dalam hidup ada banyak deadline yang bermain petak umpet. Contoh yang paling wajar, kapan paru-paru akan bengek maksimal ketika sudah terlalu banyak nikotin dan tar dihirup. Contoh lain paling pahit, kita belum pernah tahu dengan gamblang kapan maut menjemput. Kalau kalian sempat membaca tulisan blog hari Jum'at atau Minggu, maut tidak menunggu keriput ataupun uban. Tetapi, karena menyadarinya, kita jadi menyiapkan lebih matang segala hal terkait hidup. Bukankah maut dan sakit seringkali menjadi guru terbaik tentang ketidakberdayaan dan nikmat yang kita sia-siakan?

5. Untuk beberapa konteks, deadline membuat penantian terasa berharga. Salah satunya, tenggat waktu bayi harus keluar dari rahim ibu. Maka disiapkanlah bermacam-macam rencana supaya ketika keluar dari rahim, bayi sudah dalam keadaan sehat walafiat dengan membawa banyak keistimewaan (amiin). Contoh lainnya, dengan mengambil sudut pandang bahwa kita adalah orang tua yang sedang menghitung hari anak kita akan berangkat kerja atau berkuliah di luar pulau, membuat kita menyusun rencana quality time yang penuh kenangan. Masakan paling istimewa kita coba racik, dekorasi rumah paling nyaman kita usahakan, supaya kenangan paling indah tentang rumah itu tercipta.

Sebenarnya masih banyak keutamaan deadline yang bisa diutarakan. Untuk kali ini cukup sekian dulu. Barangkali, bisa jadi pengingat bahwa beberapa kali dalam hidup kita deadline punya peran besar untuk membuat hidup waras seperti adanya hingga mendorong terciptanya  kenangan terindah.

1 komentar:

  Tembakan Salvo di Ujung Senja - Briantono Muhammad Raharjo-   1948, Jember   "Mbak Rukmini, kenapa sekarang Bapak hanya jad...