Senin, 20 September 2021

DIA DEL LOS MUERTOS

Seni Merayakan Kematian Dengan Bahagia ala Meksiko *Briantono Raharjo Mari kita mulai bicara soal merayakan kematian dengan merawat ingatan tentang tahun 2005. Barangkali, sebagian dari kita para pecinta musik akan terkenang dengan lagu "Welcome to the Black Parade", yang dipopulerkan oleh para punggawa musik cadas emosional My Chemical Romance. Lagu yang menceritakan tentang seorang pria sekarat yang terkenang akan pesan ayahnya ini merupakan tembang tentang kematian yang sepatutnya dirayakan. Jika anda sempatkan mencari dan menikmati kembali klip video asli lagu ini di Youtube, adegan parade para mayat ini merupakan gambaran megahnya sambutan setelah seseorang dicabut nyawanya. Meskipun konsep video dari lagu cadas yang turut menjadi judul album tersukses My Chemical Romance ini terbilang jauh dari budaya ketimuran, nyatanya tembang ini bertahan di posisi puncak berminggu-minggu. Barangkali, sebagian dari kita terkesima sambil bertanya-tanya; "Apa sepatutnya kematian seseorang yang menimbulkan duka dan luka, harus dirayakan dengan suka cita?" Kematian memang tak dipungkiri adalah kepastian takdir Illahi bagi setiap makhluk yang bernyawa. Rasa kehilangan pun adalah suatu hal yang rasional dalam siklus emosi setiap makhluk hidup. Bagi para penduduk Nusantara seperti kita , setelah keluarga dan kerabat yang dikasihi meninggalkan dunia untuk selamanya, biasanya momentum mengenang perjalanan hidup mereka terwakili oleh takziah, tahlilan,ngaben, saur matua, hingga rambu solo. Dalam ritual-ritual yang telah menjadi warna kehidupan masyarakat kita berabad-abad tersebut, prosesi mengenang kematian adalah siklus emosi Namun, lagu 'welcome to the black parade' yang sangat populer ini bukan mewakili prosesi-prosesi kultural di Nusantara. Jika sempat berselancar ke internet dengan kata kunci 'perayaan kematian bangsa-bangsa pribumi Amerika', maka akan ditemukan salah satu budaya di Amerika Latin yang paling tepat digambarkan lewat tembang tersukses My Chemical Romance itu. Adalah Dia De Los Muertos, atau disebut juga dengan hari orang mati. Hari istimewa di Meksiko yang jatuh di tanggal 1 dan 2 November sebagai hari libur adalah merupakan ajang merayakan siklus tutup usia. Biasanya, kita bahagia bila bertambah usia. Namun, Dia De Los Muertos adalah keunikan bangsa Meksiko yang mewakili persepsi berbeda dan autentik mengenai hidup setelah wafat. Tutup usia juga sepatutnya disemarakkan, karena merupakan perjalanan jauh menuju akhirat. Sekilas, Dia De Los Muertos nyaris serupa dengan perayaan Helloween yang sudah mendunia. Tapi, perayaan ini lebih erat terkait dengan masyarakat Amerika Latin. Dia De Los Muertos adalah murni festival seni pesta kostum, yang mengajak seluruh lapisan masyarakat, baik tua maupun muda, untuk berkumpul, mengenangm dan mendoakan mereka yang telah tiada. Maka, jangan bayangkan bahwa pagelaran ini berisi horor dan hal-hal menegangkan. Keceriaan menyambut ajal selalu menjadi tema utama dari ajang ini. Bagi bangsa Meksiko, meratapi kematian adalah hal yang mendekati tabu, meskipun wajar. Jika menelisik lebih jauh, budaya ini diwarisi turun temurun dari pemikiran bangsa Aztek kuno sejak 2,500 sampai 3000 tahun silam, bahwa kematian adalah sebuah cara menghargai hidup. Prosesi ini merupakan adapatasi dari upacara adat Aztec untuk memuliakan Dewi Kematian Mictecacihuatl serta menyajikan sesajen untuk para arwah. Adat turun-termurn ini kemudian terpapar beberapa pengaruh dari bangsa Eropa, salah satunya Spanyol -penjajah utama dataran Meksiko-, sehingga tiradisi menyembah patung dewa-dewi dilebur dengan ritual agama Kristen untuk mengagungkan turut mengagungkan Maka, di saat Penduduk Indonesia sendiri menjalankan tahlilan 7, 40, 100,atau bahkan 1000 hari, Dia Del Los Muertes tak terpaku pada durasi yang lama ataupun orang tertentu. Hanya 2 hari, 1-2 November setiap tahun, sebagaimana ditetapkan sebagai libur oleh pemerintah setempat. Adapun penetapan Die Del Los Muertos ini diinisiasi sejak tahun 1960. Inti acara dari pergelaran mengenang maut ini terbagi 2 sesi dalam 2 hari. Hari pertama yang bertajuk Dia De Los Inocentes atau Dia De Los Angelitos, dikhususkan bagi setiap penduduk Meksiko yang meninggal di usia belia hingga dewasa muda. Jika mengikuti langsung di lapangan, kita akan takjub dengan ornamen mainan, susu, dan permen kesukaan di pemakaman anak-anak. Perayaan hari kedua, Dia De Los Difuntos mungkin tak terlalu sesuai atau bahkan berbeda dengan adat ketimuran. Pasalnya, hari kedua yang dikhususkan untuk mengenang para orang dewasa dan manula yang wafat, akan tersaji botol-botol minuman keras dan aneka kudapan. Persamaan dari penyelenggaran kedua hari ini, ialah: 1. Semua peserta festival akan memakan kue-kue yang dipersiapkan khusus untuk upacara berupa Pan De Muertos, roti manis yang dibubuhi gula dan disusun dengan corak tengkorak, serta minuman es teh ala Jamaika. tengkorak. Perjamuan kudapan manis ini dimaksudkan untuk mengenang kepribadian dan sikap para almarhum semasa hidup. 2. Pergelaran sastra tengkorak, dimana sejumlah peserta yang piawai dalam dunia literasi unjuk bakat seni puisi, drama, dan mendongeng. Semua peserta yang tampil akan mengenakan kostum seperti hantu, zombie, atau tengkorak dengan ornamen unik. Sesi yang cukup penting ini dimaksudkan sebagai ekspresi perasaan akan doa dan harapan terhadap mereka yang telah tiada, Adapun festival kebudayaan ini turut mendapatkan penambahan ritual dan aktivitas lainnya, tergantung dari tempat perayaannya. Sebagai contoh, di kota Patzcuaro, sajian makan bersama untuk hari peringatan pertama diiringi dengan lilin dan pohon rosario untuk pengangungan Bunda Maria, serta pesta dansa di tempat-tempat publik. Tujuannya adalah untuk mensyukuri kehidupan yang telah dilalui anak yang telah meninggal, serta menguatkan dan memberi harapan pada orang tua ynag ditinggalkan. Pada hari keduanya, segenap penduduk Patzcuaro akan menyalakan lilin di atas perahu berlayar sayap yang disebut Mariposa untuk pergi ke Janitzio, sebuah pulau di tengah danau demi menghidupkan kembali kenangan tentang para arwah. Perayaan kebudayaan ini kemudian mendapatkan puncak perhatian mancanegara di luar Amerika latin, setelah diperkenalkan melalui pembukaan film serial James Bond berjudul Specter pada tahun 2015. Momentum ini kemduian dimanfaatkan oleh pemerintah Meksiko setahun kemudian, lewat perayaan massal di lokasi Paseo De La Reforma dan Centro Historico, hingga diikuti oleh 250,000 peserta. Perayaan kebudayaan ini pun turut menjadi tema utama dari film Disney yang rilis tahun 2017, yang berjudul Coco. Dengan meninjau kemeriahan perayaan kematian ini, saya jadi berpikir: "Mungkinkah ritual semacam Saur Matua, Rambu Solok, hingga Ngaben bisa menjadi inspirasi kita untuk mengupas kembali cara menguatkan harapan setelah mengalami dukacita kehilangan?" (Jakarta, 11 Juni 2020) Referensi: 1. Society, National Geographic (Oktober 17, 2012). "Dia de los Muertos". National Geographic Society. Diunduh 9 Juni 2020 https://www.nationalgeographic.org/media/dia-de-los-muertos/ 2. 'Festival Lokal untuk Para Mendiang". UNESCO. Diarsipkan tanggal 31 Oktober 2014, https://en.wikipedia.org/wiki/Day_of_the_Dead diunduh tanggal 10 Juni 2020, 3. "Dia de los Muertos". El Museo del Barrio. Diarsipkan UNESCO 31 Oktober 2015, https://web.archive.org/…/20151…/http://www.elmuseo.org/dod/, diunduh tanggal 11 Juni 2020 4. Tirto.Id, 2019. Upacara Pemakaman Unik di Indonesia. https://tirto.id/upacara-pemakaman-unik-di-indonesia-ngaben…, diakses 11 Juni 2020

  Tembakan Salvo di Ujung Senja - Briantono Muhammad Raharjo-   1948, Jember   "Mbak Rukmini, kenapa sekarang Bapak hanya jad...