Senin, 02 Desember 2019

Refleksi Mengaku Rasul- Mengenali Modus-modus Rasul Palsu


"Bapak gak habis pikir. Teman yang udah lama terkenal intelek dan berpendidikan itu bisa jatuh dalam jeratnya untuk janji duit gepokan. " keluh Bapakku suatu hari di tahun 2015, lantaran temannya ternyata ikut 'pengajian yang bisa membuat uangnya berlipat-lipat.'

Siapa yang jadi pelakunya saat itu, mungkin sudah sangat santer di publik. Yang taat pribadi itu lho. Tak lama kemudian memang sang dedengkot pengganda uang ini berhasil dijebloskan ke bui. Keheranan yang tersisa setelah rampung kasusnya adalah: bagaimana orang berbondong-bondong bisa percaya pada keberadaan Rasul palsu? 

Rasanya, persoalan adanya nabi abal-abal bukanlah persoalan baru. Jangankan saat ini, baru beberapa tahun semenjak baginda Rasulullah SAW wafat pun sudah bermunculan nabi palsu semisal Musailamah Al-Kadzab. Bagian yang menarik dari perbincangan tentang rasul palsu bukan hanya tentang sosoknya, melainkan atribut-atribut pendukung 'kerasulan' yang juga turut dibuat secara abal-abal. Atribut inilah yang kerap mendorong orang untuk yakin bahwa Rasul tersebut asli. Boleh kita camkan, bahwa oknum Rasul seakan punya legitimasi ketika punya atribut-atribut pendukung secara sistematis. 

Saya dan adik pernah membaca buku tebal bertajuk "Akhir Riwayat Manusia Dzalim". Dalam buku setebal tiga ratusan ini, berkisah bagaimana Musailamah Al-Kadzab membuat kitab suci tandingan. Ketika buku tersebut merinci isi dari kitab suci palsu ini, saya dan adik tertawa terpingkal-pingkal.

"...maka seekor katak berteduh di bawah hujan. Katak bertanya apakah arti hujan itu?"

Semakin dilanjutkan membaca, semakin tinggi intensitas sakit perut karena tertawa. Gelak tawa kami menjadi-jadi lantaran membayangkan seperti apakah orang-orang yang bisa yakin dan percaya oknum ini sebagai rasul, lalu membaca kitab suci abal-abalnya. Pikiran kami lalu membayangkan sebuah panggung lawak berisi para pengikut oknum yang kurang memahami atau percaya mentah-mentah mujizat dari nabi palsu yang disanjung mati-matian.

Terlepas dari segala humor tentang nabi palsu dan kelakuannya yang kerap di luar akal sehat, sejarah dunia telah mencatat pula pertumpahan darah dan hilangnya nyawa didalangi oleh oknum tak bertanggung jawab ini. Sialnya, di satu sisi,  mohon maaf saya berusaha berpikir adil, kebanyakan orang kita pun bukannya merangkul para penganut yang 'tertipu', malah mengucilkan.  Padahal, kesempatan untuk bertaubat selalu ada, selama kemauan untuk berubah itu ada.

Beberapa pola penyebaran ajaran Rasul palsu, selain didukung atribut, salah satu manuver yang autentik membuat orang percaya adalah: mujarabnya 'mujizat' yang ditampilkan,  kesaktian yang dimunculkan, hingga berbagai keanehan yang ditafsirkan orang awam sebagai karamah. Bila tak cukup pengetahuan, orang cenderung akan mudah terjerat dalam keyakinan yang sesat. Beberapa pola masyarakat ini tertuang pada film garapan Helfi Kardit, yang pernah populer sebelah tahun silam.

Film ini berjudul Mengaku Rasul.  Dengan alur cerita mengekspos kegiatan padepokan sesat di pedesaan Jawa Barat, film ini menempatkan Jian Batari sebagai Rianti sang korban nabi palsu berikut Ray Sahetapy selaku Guru Samir sang Nabi Palsu. Rianti yang depresi terjerat ajaran sesat setelah  orang tuanya tak merestui hubungan lalu memergoki kekasihnya, Ajie, sedang bersama dengan wanita lain pada sebuah kesempatan.

Jian Batari vs Ray Sahetapy dalam Mengaku Rasul


Lantaran cemas akan nasib putrinya, Ibu Rianti meminta Ajie membujuk Rianti pulang. Sayangnya, Rianti sudah berpikir berbeda, hingga tak ingin melanjutkan hubungan dengan pria yang dianggapnya berkhianat itu. Di saat bersamaan, Rianti juga sedang menaruh hati pada Reihan,-diperankan Ihsan Tarore- anak tiri Guru Samir.

Ajie, yang bukannya patah arang setelah diusir Rianti, justru semakin intens menyelidiki padepokan sesat itu. Dia terbelalak menemukan beberapa keganjilan padepokan sesat ini:

a. Adanya bentuk tafakur tak lazim, dengan janji penghapusan dosa.
b. Sertifikat jaminan masuk surga.
c. Tirakat berbau asusila yang dilakukan Guru Samir dengan seorang gadis di sebuah gudang.

Sayangnya, ketika  Ajie kembali membujuk Rianti untuk pulang dengan bukti-bukti keganjilan padepokan sesat itu, keyakinan sang gadis kepada guru rohaninya hampir menjelma serupa keimanan. Lebih-lebih, Rianti mempersilahkan sang guru untuk menikahinya. Ajie yang kalut dalam mencari jalan keluar, kemudian bertemu dengan Reihan.

Reihan kemudian memaparkan asal-muasal ayah tirinya itu. Setelah sang ayah kandung meninggal mendadak, Guru Samir yang awalnya adalah sahabat keluarga langsung mengambil alih padepokan. Beberapa aturan dan ajaran langsung dirombak secara drastis. Mendengar penuturan Reihan, Ajie merasa tak sendiri dalam usaha membongkar penyamaran sang guru sesat.

Di saat yang berlainan, Guru Samir tengah berdiri di atas mimbar mushalla, berceramah dengan penuh membara di hadapan santri-santrinya. “Kalianlah manusia yang terpilih oleh Allah, untuk menjadi ummatku. Sebagaimana ummat rasul-rasul terdahulu, kalian semua akan masuk surga bersamaku. Alhamdulillah! Sambutlah jalan yang terbuka lebar menuju pintu surga Allah!”Demikian narasi sang guru sesat memberikan 'angin segar' pada pengikut tentang beberapa keistimewaan diri.  Model pidato seperti ini lazim digunakan para penjahat dan diktator ulung, agar para pengikut merasa punya 'kelebihan dalam identitas' dibanding orang lain.

Tak lama setelah berceramah, Marni (diperankan  Fitri Ayu), salah satu jamaah padepokan datang menuntut pertanggungjawaban Guru Samir lantaran dihamili. Guru Samir mengelak dengan dalih bahwa dirinya orang suci takkan berbuat nista. Maka, ketika khalayak ramai mencoba mengadilinya, guru Samir mengambil sebilah pedang lalu mengayunkan ke tangannya sendiri.

"Jika tangan ini terputus, maka sungguh saya adalah orang yang nista dan berdosa. Jika kembali utuh, sungguh aku adalah Rasul yang diutus kepada kalian." (Guru Samir)

Tatkala khalayak melihat tangan Guru Samir kembali tersambung, raut mereka berubah lalu menatap sinis pada Marni. Marni yang terpojok lalu berteriak histeris. Alih-alih Guru Samir yang diadili, masyarakat justru mencegah Marni yang berusaha menerobos kerumunan.  Rianti pun semakin mengagumi gurunya itu.


Potong Tangan 

Akan tetapi, beberapa warga yang belum terpengaruh masih memilih jalan perlawanan. Dengan menggenggam kegeraman dan amarah, warga membakar mushalla beserta isinya. Santri-santri padepokan panik, lalu berlari keluar, beberapa diantaranya terbakar api. Guru Samir tetap tenang dalam padepokannya, tegap berdiri tenang saat api hendak melumat dirinya.

Tak lama setelah berita kematian menyebar di kalangan warga desa, Guru Samir kembali menampakkan diri. Lebih-lebih, sang ketua padepokan itu mengklaim dirinya mendapat mukjizat dari Yang Maha Kuasa. Warga desa jadi heran sekaligus takut akan 'kekuatan' Guru Samir.

Guru Samir kemudian merayakan pernikahannya dengan Rianti, disaksikan oleh Reihan, ibu Reihan dan Ajie . Reihan dan Ajie sudah berulang kali mencegah, namun tak kuasa menghentikan Rianti yang keras kepala mengikuti Guru Samir. Siapa sangka, ternyata Rianti menyiapkan kejutan di malam pertama. Ditikamnya guru sesat itu hingga tewas, lalu Rianti melarikan diri ke Padepokan dengan wajah kusut berlinang air mata.

Meninjau dari film yang menampilkan unsur ketegangan dan konflik serius ini, ada beberapa faktor yang membuat saya cukup paham mengapa selalu ada pengikut bagi oknum-oknum nabi sesat. Meninjau dari tayangan ini, nabi palsu membangun pengikut masif tidak hanya menggunakan retorika, tetapi dengan mujizat dengan kenekadan sebagai pembuktian diri. Adapun narasi yang dibangun sang nabi sesat bukanlah sebuah kalimat bernada pembodohan yang bisa dianggap sepele.

Jika mengulik kembali pada teori kebutuhan Maslow, manusia memiliki keinginan untuk diakui secara sosial. Berkali-kali, oknum nabi sesat turut membangun pemahaman yang salah tentang identitas diri, dengan mendorong pengakuan umat dari alam bawah sadar bahwa diri mereka bersifat istimewa, sebagaimana dirinya. Perasaan kesetaraan dan keistimewaan ini yang kemudian memicu orang untuk tidak berpikir lebih jauh tentang kesesatan dari ajaran agama. Disinyalir, perasaan istimewa ini pula yang menjadi bekal Hitler di zaman perang dunia kedua untuk mendoktrin para pengikutnya bahwa mereka adalah ras unggulan.

Meninjau pada alasan yang mendorong seorang Rianti hanyut dalam ajaran sesat, kemungkinan besar karena perasaan tidak didukung orang tua serta pengkhianatan membuatnya tak bisa berpikir lebih jauh. Sebuah penelitian mengungkapkan, dalam keadaan depresi dan stress, otak manusia bisa berhenti berpikir sesaat. Doktrin bahwa dirinya menjadi istimewa karena mengikuti ajaran Guru Samir, membuat Rianti kembali menemukan ruang 'penerimaan'.

Rianti pun kemudian bersikukuh dengan ajaran Guru Samir, lantaran kesaktian-kesaktian yang ditampilkan Guru Samir semakin menyiratkan tentang keistimewaan menjadi umatnya. Sebagaimana manusia awam yang seringkali takjub dengan kekuatan di luar nalar, keyakinan Rianti semakin kuat hingga tak bisa dibujuk. Lebih-lebih, dalam film ini, sebelum terjadi kejadian masuknya Rianti menjadi pengikut aliran sesat, baik Ibunya Rianti dan Ajie belum menunjukkan bahwa mereka adalah sosok pendengar yang baik. Tentunya, sabagai orang yang mash butuh arahan, Rianti cenderung akan lebih percaya kepada orang yang bisa membimbing dan mendengarkan, ketimbang apakah orang tersebut bisa dipercaya atau menyesatkan.

Tak bisa dipungkiri, salah satu elemen penting dalam penyesatan perspektif adalah ilmu persuasi. Selain menampilkan narasi yang seolah menyanjung keunggulan diri dan umat, kenekadan Guru Samir membuktikan mukjizatnya membuat orang tak punya ruang untuk meragukan. Sayangnya, bukan saya hendak menyalahkan warga dalam film, watak penduduk yang diungkapkan dalam cerita ini tidak berusaha mencari tahu bagaimana selayaknya sebuah agama diajarkan. Maka, ketika kekecewaan diluapkan, mereka pun belum punya teladan dengan kekuatan sejajar Guru Samir. Akhirnya, para pengikut Guru Samir yang merasakan pahitnya penghakiman massa untuk luapan kekecewaan dan kegeraman.

Bisa dibilang, realita sosial yang ditampilkan film ini seperti buah simalakama. Antara manusia yang tak punya ruang mengungkapkan tekanan hidup, cenderung untuk mempercayai kekuatan di luar nalar tanpa berpikir panjang, dengan sosok-sosok tokoh yang tahu sesuatu yang benar, namun tak punya cukup ruang untuk mendengarkan orang lain yang berpikir berbeda. Dalam ruang sosial yang penuh pergolakan nilai ini, acapkali sosok manipulatif mengambil alih mengklaim dirinya sebagai sumber nilai yang matang.

Kembali pada pemahaman standar yang ideal, pemahaman seorang ustadz yang cukup terkenal membawa unsur-unsur pencerahan tentang bedanya wali Allah dan wali setan.

"Semestinya, masyarakat kita tahu bahwa wali sejati bukanlah mereka yang memiliki kesaktian yang membuat mereka berhenti beribadah dan taat kepada Allah. Justru mereka yang tak berhenti untuk menjalankan ibadah kepada Allah dengan semestinya entah apapun keadaan mereka." 

(Ustadz F.A, berpengalaman mengajar di Madinah)

Inti dari ceramah beliau yang saya ikuti di tahun 2017 silam adalah bahwa tidak selayaknya kesaktian atau mujizat menjadi tiket kompensasi seorang manusia untuk meninggalkan ibadah wajib, sunnah, dan serta mendekati hal yang terlarang. Itulah mengapa, Rasulullah SAW adalah contoh manusia yang terbaik dan tidak ada Rasul setelahnya. Pertanyaan pamungkasnya: Apakah keistimewaan seorang Rasulullah SAW membuat beliau berhenti shalat, istighfar, berdoa, lagi memohon ampun bagi umatnya? Atau justru pernahkah beliau SAW yang telah dijamin kemaksumannya pernah terlintas untuk berbuat hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT? 

Silakan direnungkan kembali dengan rujukan dalil Al Qur'an dan hadits yang shahih.

SEKIAN










4 komentar:

  1. Baru tau beneran ada film ini. Kudet sekali aku

    BalasHapus
  2. "Sertifikat jaminan masuk surga"...andai ada yang macam demikian

    BalasHapus
  3. Saya suka penutupnya..bikin saya berpikir lagi dan teringat tulisan dg judul Perfect Man yg baru saya baca sampulnya.

    BalasHapus

  Tembakan Salvo di Ujung Senja - Briantono Muhammad Raharjo-   1948, Jember   "Mbak Rukmini, kenapa sekarang Bapak hanya jad...