Rabu, 16 September 2020

Dipta Sang Jari Mahir Tanpa Gitar

 #NAD Belajar

#NAD_BeasiswaRBJ

Selayang Pandang tentang Dypta Rizky Rahadian:

Ahli Akrobat Senar Berbekal Pinjaman Teman

Pertama kali saya berjumpa dengan pria yang lahir di bulan September 30 tahun silam ini adalah ketika sedang memasuki tahap kaderisasi awal komunitas apresiasi musik kampus. Dia adalah teman dari teman bimbel saya saat SMA, yang bernama Reza. Sore di kala Jumat saat berpapasan pertama kali dengannya 12 tahun lalu, sama sekali tak terlihat bahwa dia adalah gitaris dengan kemampuan mencengangkan. Karena kebutuhan ospek komunitas saat itu cukup banyak , saya pun dititipkan Reza dan Dypta untuk membeli barang dan alat kebutuhan kaderisasi di hari Sabtu lantaran membawa mobil pribadi. Sayangnya, kesan saya sebagai orang yang tepat waktu di mata mereka cukup hancur di hari pertama ospek komunitas musik, lantaran telat membawa barang-barang keperluan tersebab oleh macet di sepanjang Jalan Haji Juanda Bandung. Untungnya, Dypta cukup pemaaf, meski Reza sedikit kesal karena mereka mendapat konsekuensi dari para panita atas keterlambatan properti tersebut.

Setelah ospek komunitas musik berjalan 5 minggu, saya mulai terpikir mengajak Dypta bergabung dalam band demi 'tugas akhir' dari masa penjajakan: menyelenggarakan panggung dimana semua peserta kaderisasi harus unjuk gigi dan unjuk tenaga (baca: bantu-bantu bikin acara, tenda, dekorasi dan sound system). Band yang kami susun untuk acara tugas akhir ospek komunitas musik itu terdiri atas lima orang: saya selaku penggebuk drum, Rizky sebagai juru vokal, Luqman memegang peran sebagai pembetot senar tebal, serta Kurnia dan Dypta sebagai duo gitaris. Kemudian kami menamai band ini dengan nama Mathemusic. Tak hanya sekedar manggung, setiap unit penampil ditugaskan membuat lagu sendiri untuk dibawakan. Kebetulan, saat itu Luqman sudah mempersiapkan cetak biru lagu hasil gubahan senar tebalnya. Ketika Dypta dan Kurnia diminta mengisi bagian gitar, Dypta pun melancarkan jurus-jurus sulap di atas senar yang memukau kami semua saat itu. Jari-jari pria dengan tinggi sekitar 162 cm itu begitu gesit berdansa sepanjang fret gitar mengikuti irama dan nada gubahan cetak mentah lagu yang kemudian kami beri judul "Must Goes On".


Selain mulai terlihat jelas kemampuan jarinya berlari kencang di sekujur leher gitar, Dypta dengan sukarela masuk menjadi anggota unit logistik persiapan acara konser tersebut, yang dipimpin oleh saya. . Tak tanggung-tanggung, 2 minggu sebelum acara, ia telah mempersiapkan seperangkat efek gitar yang cukup lengkap untuk menunjang persiapan logistik acara. Usut punya usut, Dypta ternyata tidak punya gitar di rumahnya, meski jarinya selihai Steve Vai, musisi kaliber dunia, dikala kami mengikuti sesi simulasi konser di sebuah studio. Langsung saja ia didapuk oleh unit acara konser sebagai gitaris kedua dalam sesi kolaborasi bersama puluhan musisi lainnya dalam sesi penutup.

Tak sampai setahun, saya memutuskan keluar dari band tersebab oleh perubahan selera pribadi. Kendati demikian, nafsu bermain musik saya tetap masih kental, sehingga kembali mengajak Dypta untuk bermain membawakan lagu-lagu system of a down bersama dua personil baru. Hanya saja, diam-diam Dypta sudah dipinang band senior kampus untuk membawakan burgerkill untuk suatu acara konser akhir pekan. Maka, saya dan dua orang personil lain meminta ketegasan Dypta untuk memilih. Nyatanya dia memilih untuk latihan bersama keduanya. Karena dia pun komitmen membuktikan dirinya datang latihan, kami pun sepakat meredam konflik sepele tersebut. Satu hal yang masih sulit terjangkau nalar saya: Dypta yang saat itu hanya memiliki gitar kopong dengan jumlah 12 fret di rumahnya ternyata sanggup mengulik lagu 'Darah Hitam Kebencian' yang akan dibawakan band senior dalam kurun waktu seminggu tanpa cela! Begitu halnya pula saat staminanya tak kunjung tergerus di kala kami merapal ulang tembang 'Toxicity' dalam kurun waktu dua hari. Hebatnya pula, dia pun masih menyempatkan mencetak nilai cukup bagus di ujian fisika yang jatuh bertepatan di hari penampilan kami itu.

Dypta menilai ada satu perbedaan mencolok antara pengalaman-pengalaman manggung sebelumnya dan pada kesempatan akhir pekan kali itu, bahwa kemampuan menggebuk drum saya lebih bertenaga dan stabil. Kendati ia cukup tegas membagi peran dan teknik di kala sesi latihan, Dypta yang merupakan alumni teknik fisika ini kerap menularkan semangat optimis pada rekan-rekan bermain musiknya. Di lain hari Dypta mempercayakan saya untuk masuk dalam grup demi memenuhi ambisinya membawakan nomor-nomor progresif dari Dream Theater (DT).

"Coba kamu lihat DVD konsernya DT 'Chaos In Motion' deh, Bri. Aing takjub pisan mereka bawain lagu 'Forsaken', soundnya gak main-main!" cetus Dypta suatu waktu mengulas ambisinya tentang DT. Tentu saja, tembang 'Forsaken' yang membuat dia terpukau setengah mati itu pun masuk dalam daftar andalan kami untuk meramaikan acara pentas penerimaan mahasiswa baru. Tanpa disangka, beberapa bulan selepas sukses manggung di pentas itu, Dypta bersama dengan Lukman kembali mengajak saya gabung kembali dengan Mathemusic. Tapi saya tak langsung memenuhi ajakan mereka untuk jadi drummer permanen. Pertama kali saya keluar dari band tersebut terdorong masalah kepercayaan pemakaian duit, dan kepribadian Dypta sendiri di luar hobi bermusik ternyata cukup mengkhawatirkan.

Apa pasal?

Terus terang, saya sempat punya konflik dengan Dypta pada tahun 2010. Pasalnya, ketika saya pernah hampir putus dengan mantan pertama, pesan-pesan singkat dari Dypta mampir di ponsel mantanku itu. Isinya cukup mencerminkan tingkah laku orang yang sedang menjalankan 'manuver' spesial. Satu hal yang membuat cukup was-was, Dypta juga baru putus belum ada sebulan dengan mantannya saat itu.

"Ya Tuhan, Dypta. Di luar sana, ternyata kamu bukan hanya pemain gitar ulung. Kamu juga pemain hati yang ulung."

Maka, setelah sesi manggung bersama Mathemusic berjalan dengan cukup sukses untuk mengisi acara seminar di tahun 2011, saya berkilah bahwa visi bermusik selama ini tak satu jalur dengan mereka. Hal ini yang saya pakai sebagai alasan kuat untuk tidak kembali bergabung bersama band yang dibentuk bersama di tahun 2008 itu, sambil memendam fakta kelam itu. Karena sifat Dypta selalu terlihat baik di depan mata saya, rasanya tak enak untuk terus terang tentang kekesalan hati sebagai alasan utama tak kembali bergabung. Mungkin, karena saat itu saya berprinsip berusaha menjaga image baik dari teman-teman yang diakrabi. Entah kalau sekarang kami kembali memiliki konflik seperti itu.

Tahun 2012, Dypta lulus lebih cepat dari saya. Dia memang jenius pula dalam studi, sehingga memperoleh gelar cum laude. Di suatu kesempatan manggung sebelum dia wisuda pada bulan Oktober 2012, saya sempatkan mengobrol panjang lebar dengannya tentang perjalanan studi dan hobi selama di kampus. Dypta pun mengakui banyak hal, termasuk soal kebangkitan Bapaknya setelah diputuskan hak kerja, serta mantan yang memutuskannya di tahun 2010 tersebab oleh masalah (maaf) keperawanan. Lalu saya pun turut berterus terang tentang 'kekesalan' yang dipendam saat 2010 itu. Ia pun meminta maaf juga. Lalu kami pun berpisah jalan setelah wisuda Oktober 2012 tiba.

Waktu pecah, Dypta menikah dua tahun setelah giliran saya naik pelaminan. Hal yang tak berubah darinya hingga menjadi seorang bapak dari seorang anak gadis, dia masih khusyuk merapal nada-nada dalam gitar. Bedanya, dia sekarang sudah memiliki sendiri gitar Les Paul di rumahnya. Melihat kemilau gitar yang ditampilkan dalam laman instagram miliknya, saya kembali teringat akan ajakan dia untuk pentas di awal tahun 2012 dengan membawakan lagu Dragonforce yang belum kejadian sampai sekarang.

Hingga saat liputan singkat tentang Dypta ini dirampungkan, saya masih menyempatkan melatih telinga supaya beradaptasi dengan tembang-tembang gahar milik band power metal Dragonforce yang berasal dari Finlandia itu. Mudah-mudahan, teknologi jarak jauh serta aplikasi video bisa merealisasikan mimpi ini, terutama di saat pandemi yang mengharuskan kita menyusun jarak demi keselamatan.

(Jakarta, 16 September 2020)

Senin, 10 Agustus 2020

Betulkah Populasi Membawa Bencana?

Pada tahun 2016, tatkala  presiden Erdogan mencegah KB berlaku di negaranya, sebagian besar orang melongo seperti melihat duren 5 ton jatuh dari Menara Eiffel jebol hingga ke dasar tanah. 

Mereka bertanya : "How Comeee? " "Bukannya banyak anak banyak masalah??? "

Eits tunggu dulu, coba pikir lagi sejenak, mari aku mulai dengan pertanyaan: 


"Benarkah populasi adalah sebuah bencana?? "


"Ya".begitulah kata sebagiann orang, terutama mereka orang yang ingin karirnya melejit, tanpa harus gangguan 'anak-anak' . Mereka pun berujar: "kalau kita masih muda mah puaskan karir dan sekolah , nanti baru ngurus anak". Pendapat ini tidak sepenuhnya salah ataupun benar. Tidak sepenuhnya salah karena memang masa muda adalah saatnya menuntaskan banyak agenda dan rencana, tanpa interupsi prioritas.  Tapi tidak sepenuhnya benar karena teman-teman semasa karir, kuliah, sekolah, selain keluargamu pada akhirnya hanya berduka sesaat- pada kebanyakan kasus-, sedangkan keluargamu kemungkinan besar berduka selamanya bila kita tiada  Begitulah pesan wakil direktur di perusahaan saya kemarin pada saat awal presentasi.

Tapi jika memang populasi adalah sebuah bencana layaknya tsunami yang menggerus lahan daratan dan pertanian, berarti bisa jadi (naudzubillah) orang otomatis terlahir membawa nafsu serakah...haahahhaa . Hanya saja, mungkin betul parenting itu sulit, lalu yang kemudian membuatnya tambah sulit adalah,.."ketika harus membesarkan anak sesuai dengan ekspektasi kebanyakan orang".


"Kok kau lancang bicara demikian, hai briantono sembrono!!"


Ini murni adalah pemikiran yang berawal dari sebuah celetukan paman saya: "Pada zaman dahulu, ketika orang punya anak anak , tidak semuanya masuk sekolahan, ada sebagian jadi petani". 


Kebetulan, saat itu paman saya lagi giat berkebun. Dari titik itulah naluri saya tergetar. Tersadarlah bahwa kebanyakan orang yang -terutama mampu-, mau tidak mau mengikuti standar kehidupan yang seperti sudah saklek kayak tiang listrik yang suka nyetrum mendadak : playgroup-tk-sd-smp-sma-s1-s2-s3-es teler.-kerja-nikah-karir-...Ups sengaja salah ketik,...maksud saya biar pembaca bisa ketawa garing dikit melihat paragraf saya yang cukup bikin mata jereng ini. Atau malah terlalu hambar untuk sebuah lelucon?

Di simak dari berbagai penelitian dan fakta di dunia, terutama Indonesia: sebagian motivator, sebagian pengusaha sukses, CEO bahkan mereka yang menjadi sumber rujukan kita dalam bahan kuliah, adalah orang-orang yang tidak mengenyam pendidikan formal hingga tuntas, tidak merasakan S2, S1, bahkan SMP, SD. Tengoklah Thomas A. Edison, Ippho Santosa, Bill Gates, dsb  Bukan hanya itu, Pak Karno Bapak Bangsa kita saja pun malah berkarir di luar jurusan saat telah lulus dari Teknik Sipil.  

Maka, apakah hidup hanya perkara sekolah? Big No! 

Siklus gaya hidup kebanyakan orang, terutama di Indonesia, hari ini sangat dipengaruhi gengsi cap jahe meregehese, Mendorong tiap orang harus punya rumah mobil, resepsi luxury dengan adat segudang untuk acara nikahan , tujuh bulanan, hari anniversary untuk pernikahan. dan harus naik karir abret. Tapi kalau ditanya alasan kenapa diselenggarakan seperti itu, mungkin kebanyakan akan menjawab karena takut dicemooh tetangga sebagai alasan utama, ataupun soal menghargai teman sejawat dan saudara. Hahaha, padahal kalau mau sukses hari ini, cobalah kerja halal apa saja, dan siap gagal dalam berteman dan berbisnis dengan berbagai kalangan, tak perlu lagi nunggu dipanggil "kantor bergengsi" saja untuk dapat gaji 10 Ju ta rupiah. 


Lalu patut kita ingat, menurut sabda Rene Suhardono, karir tak hanya di kantor, tapi juga soal parenting dan membina hubungan birrul wallidain. Ada mantan karyawan, ada mantan istri, ada mantan suami, dan ada mantan pacar-yang cukup lazim-,..tapi tidak akan ada, tidak akan ada,....mantan ayah, mantan ibu, mantan anak, dan mantan kelapa,..adanya santan kelapa....

Tapi lagi-lagi, ada saja orang yang mendobrak status quo seperti ini, tengoklah Alvin dan Larissa, dan juga teman-teman saya yang kelar SMA sudah nikah pasca lulus dari gedung sekolah mereka di jalan Belitung dan Sumatra, apakah ada masalah ?? Pastinya ada,..tapi ga berlanjut. Ini lah sebuah keniscayaaan bak cahaya di tengah kegelapan rumah karena pemadaman PLN, bahwa faktor mayoritas membawa masalah kependudukan hari ini adalah "GENGSI DAN TRADISI"..

.Duuuarrrr, langsung beberapa orang mukanya merah padam bak cabe berubeli dari pasar tradisional yang masih segar Mengapa saya tulis kesimpulan seperti ini?... Silakan kita tengok kembali beberapa kota terpadat di Indonesia. Sebut saja Jakarta, sebut pula Bandung, mungkin juga Medan. Percayalah bahwa tak jarang sosial media tentang kota-kota tersebut berisi drama mobil numpuk udah kayak jamaah ngantri sembako, Tepat beberapa waktu lalu, menteri koordinator sempat berujar bahwa kemiskinan terjadi karena yang kurang mampu pada besanan. Apakah ini adalah faktor pendorong kemiskinan?  TENTU TIDAKK...jika demikian bayipun harus disalahkan karena polusi udara dan sampah membludak. Hebat kali dia lahir oe-oe langsung bisa pesen mobil di dealer, terus ngerokok, dan buang sampah sembarang.....jajajajajajajajja....


Berapapun biaya yang diberi dalam pekerjaan dan kehidupan kita, akan cukup untuk bisa makan minum, membeli pakaian seadanya, ataupun menyelamatkan kendaraan dari BBM sekarat, berikut bayar listrik. Tapi TIDAK AKAN PERNAH CUKUP untuk memenuhi gaya hidup untuk tambah lemak di restoran, tambah kendaraan untuk 1 orang 1,..memperbanyak tempat usaha yang diluar kontrol, apalagi beli perhiasan diluar mas kawin HANYA DEMI MENYENANGKAN TETANGGA, DAN CITRA. Hari ini, yang paling banyak membawa masalah bukan lagi sekedar kemiskinan, tapi orang-orang berkecukupan bergelimpangan tapi menambah-nambah kekayaan dengan menggusur lahan hidup dan pekerjaan orang miskin. Sialnya, mereka pakai jurus Kill The Messenger supaya modus terlaksana. Kan kesal jadinya.


Minggu, 19 April 2020

Telenovela bernama radikalisme

-Telenovela itu bernama Radikalisme-
Apa yang biasa jadi adegan, alur bila anda menonton telenovela atau melodrama? Ehm meskipun berbeda-beda alurnya, tipikalnya adalah 'ada tokoh jahat dan baik',..'tokoh jahat menang terus' - 'tokoh baik dicitrakan oleh tokoh jahat...",dengan citra buruk bin ad hominem'- 'tokoh baik akhirnya berjaya'. Yang jelas, kalau anda adalah penonton, sama kayak saya, seringkali gregetan lihat adegan ketika pemain 1 film kompak menzalimi si tokoh baik. Gatel dan pengen terus ikutin kan? Ga bisa dipungkiri, sebagian pasti penasaran, kok tega sih tokoh baik terus menerus dizalimi.
hari ini, mungkin hidup di sebagian negara, selalu ada narasi melodrama atau telenovela : "hancurkan radikalisme" hingga komedian berkicau "free radical" udah jadi komoditas. Menjelang politik, narasi-narasi telenovela yang 'kadang bikin gatel' ini pasti muncul. Sebagian menyahut antusias mengiyakan, sebagian mempertanyakan penuh kegemasan. Gue juga gemas: emang apa sih radikal itu?
Oke,...aku sertakan sumber nya dari KBBI, radikalisme adalah : 1 paham atau aliran yg radikal dl politik; 2 paham atau aliran yg menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dngan cara kekerasan atau drastis; 3 sikap ekstrem dl aliran politik. Gimana udah cukup konkret penjelasannya? Aku sertakan dari wikipedia, ensiklopedi kita bersamaah:
Radikalisme (aspek sejarah), sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur dengan tujuan mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral yang mencakup mereka yang berusaha mencapai republikanisme, penghapusan gelar, redistribusi hak milik dan kebebasan pers, dan dihubungkan dengan perkembangan liberalisme.
Partai Radikal – sejumlah organisasi politik yang menyebut dirinya Partai Radikal, atau menggunakan kata Radikal sebagai bagian dari namanya.
Gimana, sudah cukup jelas? Buat saya sih masih ngawang , dengan catatan saya tidak mau bikin definisi berdasarkan media cetak, habis media suka semaunya menafsirkan-gimana yang nyuruh- 
Oke, let me show you what's radicalism mean:
the political orientation of those who favor revolutionary change in government and society (vocabulary.com)
Bila dilihat keatas, dari ketiga sumber bahasa tadi, radikalisme itu bisa diartikan adalah :
1. Paham yang menghendaki perubahan drastis dalam politik dan sosial
2. Pengaturan ulang (redistribusi) pers,
3. Lebih terhubung dengan 'pembebasan;
4. Manipulasi 'kebebasan' dan 'hak milik'
Yap, kembali ke ulasan beberapa hari kemarin saya mengcounter antitesis terhadap 2 artikel 'so brilliant', artikel yang sumbernya koran baskom itu cenderung menilai organisasi ###, GN##, f$$ , H$I adalah gembong radikal. Ternyata bila dikaji menurut definisi di atas, itu tafsiran yang kurang holistik. Kalau dibilang 4 organisasi di atas radikal, sudah dari dulu banyak pers 'yang dikocar-kacirkan'. Kenyataannya, pas 114, 212, 411; malah banyak media yang dikawal F@@, ataupun wartawan yang dilindungi dari intimidasi orang-orang yang sudah tidak tahan tipuan sebagian media partisan.
 http://www.rakyatjakarta.com/foto-foto-laskar-fpi-ternyata…/. Jadi betulkah orang-orang tersebut yang radikal? Pers malah berusaha dilindungi kok...Jadi coret ciri-ciri no.2.
Tapi mungkin H## memenuhi definisi no. 1,...tapi yang bisa memenuhi definisi no.1 juga adalah orang-orang yang kemarin berbicara: "coba pisahkan agama dari politik" http://khazanah.republika.co.id/…/oninlv361-kiai-didin-memi…". Ataupun juga orang-orang yang senang bikin klaim sendiri, eh bukti2 ga mendukung: http://www.rmol.co/…/Gorong-gorong-Gedung-DPR-Sempit-&-Suli…
Jadi, yang memenuhi definisi radikalisme terkait pembebasan dan redistribusi gelar, lagi2 mentok di 'bukti',...justru malah orang yang dituduh radikal mau makar, ga punya senjata dan bom apa-apa. Jadi siapa yang sebenarnya radikal? Ya mungkin kita semua radikal.
Kenapa aku bilang kita semua? Ya aku masih heran dengan orang-orang yang mendebat saya sampai belasan paragraf, saat saya dulu di barisan penentang Lady Gaga Konser di Indonesia. "Eh brian, lu konservatif banget, tengok luar negeri sana". Dan begitulah berkali kali kritik mengalamatkan bahwa :"Kok elu kayak takut iman ente kurang, lantaran artis datang ke Indonesia??" Ya begitulah tanggapan di medsos,...kalau gue sempat di barisan menentang konser, kontroversial ya alamat diteriakin "konservatif".
Hanya saja, yang bikin aku heran, eh giliran ustad Zakir Naik datang ke Indo, orang-orang yang mendebat saya itu, pada bikin status agak paranoid, persis kayak saya waktu dulu mengkritik "konser kontroversial",....kadang-kadang ada yang ngibrit kayak anak kecil hendak kabur di imunisasi.
Ngomong-ngomong soal imunisasi, mungkinkah diterapkan untuk pencegahan kanker? Awas jangan pakai terapi anti kankernya Pak Warsito, nanti beliau diincar sama para dokter di sini buat dicerca, tanpa beliau dikasih ruang diskusi
Bisakah kita saling berbagi dalam ruang diskusi tentang radikalisme? Ah sudahlah, ini era digital, tapi bertanya sudah mahal harganya. Ini era klaim dahulu, menyesal dan meminta maaf kemudian 

Rabu, 01 April 2020

Celah Atap


Celah Atap
M.Seftia Permana

Lampu-lampu rumah di kaki gunung, akan mati terbunuh pagi
Garis jingga di balik awan, seperti belati yang menikam
cahaya lampur-lampu rumah di kaki gunung. 

Jerit sepi kamar-kamar yang terkapr, terdengar hingga ke selasar. 
Sangat sepi. 
Lampu-lampu mati, ditinggal Pak Tani pergi ke Ladang. 

Hanya bunyi tonggeret dan sesekali angin menyusuri dengan
hati-hati sebagian dinding dan tiang yang mulai melapuk
Sepi sang Pembunuh bisa menjadi Sunyi yang hangat..

Atap rumah menengadahkan wajah pada Langit Plontos pukul 7
Ia yang mengisi setiap celah-celah atap. 
Mengusir ruang hitam, memberi warna dan bentuk. 
Terus bergerak hingga langit kembali jingga. 
Pak Tani kembali pulang dari ladang saat senja, 
kemudian menyalakan lampu-lampu.
di esetiap ruang, kamar, hingga selasar. 

Sunyi sepi bukanlah ruang ketakuan, 
ia hadir unutk mengisi lukisan-lukisan
di setiap celah-celah atap, yang tampak meratap. 

Gubuk beratap daun rumbia
Berdiri di ujung talut menghadap laut. 
Ia, yang menjadi peraduan.
Saut peluh resap membasahi tubuh. 

(M. Seftia Permana, 2016)

Senin, 30 Maret 2020

Copas: Verifikasi Disinfektan

Nih saya kasih warning ya. Terutama buat para "ahli" yang suka campur-mencampur pakai feeling dia tanpa dasar yang jelas, tanpa mengetahui sifat kimia yang dia campur, dan efek dari campuran yang ditimbulkan.
Anak-anak yg paham ilmu kimia saja ga pernah melakukan kek gini. Produsen bahan dan material (khususnya desinfektan, untuk kasus ini) ga pernah ada kasih statement anjuran bahan dia dicampur dengan produk atau bahan lain kan?
Kenapa malah kita yang ga ada kompetensinya lantas menentukan campuran desinfektan itu aman? Pemutih aja setahu saya ga boleh dicampur deterjen kok. Penggunaan selama ini saja harus terpisah kan. Soalnya pemutihnya juga ga akan efektif krn kena sifat deterjen.
Jadi mencampur jg blm tentu bagus, bisa jd material aktifnya ga bekerja maksimal.
Hal yang sudah umum diketahui
- Desinfektan dengan kandungan Asam + pemutih pakaian = gas klorin dilepaskan (Level paparan rendah: iritasi membran mukosa, batuk dan masalah pernafasan, mata perih berair, hidung meler. Level paparan tinggi: sakit bagian dada, susah bernafas, muntah, pneumonia, dan timbul cairan pada paru-paru. Level lebih tinggi lagi dapat menyebabkan kematian)
- Desinfektan dengan kandungan Amonia + pemutih pakaian = uap kloramin toksik (batuk, mual, sesak nafas, mata berair, sakit pada dada, iritasi, wheezing/bengek)
Baca langsung saja ke sumbernya klo ga yakin:
https://www.doh.wa.gov/…/H…/Contaminants/BleachMixingDangers
Jangan sampai juga:
" Covid-19 terhindar, tapi bahan kimianya bikin anda modyarrr "
Anda memang akhirnya bisa membunuh kuman dan virus, tapi anda sendiri juga kena akibat bahan yang anda pakai.
Saran:
1. Pilih salah satu saja. Pake karbol ya karbol aja. Pakai pemutih ya pemutih aja. Pake pembersih lantai, ya pembersih lantai aja.
Begitu pula kayak antiseptik yg udah saya bahas. Alkohol 70% ya alkohol 70%. Dettol/chloroxylenol, ya dettol aja (maaf sebut merek). Propanol ya propanol.
2. Lihat petunjuk / instruksi pemakaian. Kalau produk yang sudah resmi dan berijin, pasti ada petunjuknya.
Pahami lah definisi desinfektan itu apa, antiseptik itu apa.
Selama belum paham, ya susah.... pasti ada potensi salah menggunakan, salah penanganan, salah aplikasi (karbol buat cuci sendok makan...what the hell ? Ada yg pake campuran pemutih (natrium hipoklorit/sodium hipoklorit) buat hand sanitizer? Astaghfirullah ðŸ˜¥...trus ada yg liatin foto petugas nyemprot desinfektan ke wajah...seriously, guys... klo seperti itu, I think you are the killer, not the virus).
Btw, saya juga ga rekomen pakai formalin ya. Jujur, itu ngga rekomen....kita bukan mayat yg mau diawetkan.
Dan buat yg punya peliharaan, mohon hati2...amankan peliharaan anda saat melakukan disinfeksi. Kasihan hewan ngga tau apa-apa trus akhirnya mati hanya krn kena paparan disinfektan.
Lu boleh takut sama virus. Gue juga takut virus. Kita juga harus waspada.
Tapi adalah hal yang lebih bodoh dari rasa takut, bila karena bahan kimia yg dipakai trus diri lu sendiri atau orang lain malah yang kena akibatnya.
Saya ga peduli mau itu petugas, dinas, atau instansi apapun,..kalau anda tidak tahu bahaya campuran desinfektan yang anda pakai, jangan anda korbankan orang lain dengan kebodohan dan ketidaktahuan anda. Kalau memang ada yang mau membantah, silakan, tapi saya minta bukti dasar ilmiah dan info toksisitas dari campuran yang anda buat seperti apa (terutama gas klorin atau uap kloramin yang potensial muncul dari campuran). Kita debat dengan argumentasi ilmiah, jangan cuma katanya-katanya aja. Saya ga mau orang banyak jadi korban keteledoran dan kekonyolan segelintir orang yg ga tau apa2 soal bahan kimia.
Anda tahu ga, kalau gas klorin atau uap kloramin dari campuran yg anda buat itu terhirup dan mengiritasi membran mukosa saluran pernafasan, itu akan memperburuk situasi? Covid-19 akan lebih mudah menginfeksi. Paham? Membran mukosa saluran pernafasan itu proteksi pertama terhadap kontaminan termasuk mikroba. JANGAN TAMBAH KORBAN LAGI ! Tindakan bodoh anda hanya akan menambah banyak korban !
Dipikir pakai bahan kimia sama kek bikin es campur....
Ini ada contoh kasus di berita.
Kepada Ibu Tyas Ummu IffaRahma , saya mohon ijin capture komentar pengalamannya ya biar yang lain juga tidak kena imbasnya.
Update:
Pencegahan agar tidak keracunan klorin:
1. Selalu membaca dan mengikuti petunjuk penggunaan produk.
2. Tidak mencampur bahan kimia berbahan dasar klorin dengan produk atau zat lain secara asal.
3. Mengenakan pakaian atau peralatan sesuai yang diinstruksikan pada produk.
4. Tidak menggunakan klorin di area tertutup tanpa ventilasi udara.
5. Menyimpan produk di tempat yang aman dan tepat serta jauh dari jangkauan anak-anak.
Bagaimana bila ada yang terhirup gas klorin yang toksik ?
1. Bawa korban ke area udara terbuka sesegera mungkin (pastikan penolong juga aman, pakai masker atau penutup hidung).
2. Jika penderita muntah dalam posisi berbaring, miringkan kepalanya ke samping untuk mencegah ia tersedak.
3. Apabila penderita tidak responsif, napasnya terhenti, atau tidak bernapas, lakukan prosedur CPR selagi menunggu bantuan medis datang.
Ada bbrp info bilang bisa diberikan susu untuk menawarkan racun klorinnya (mohon dikoreksi bila hal ini salah).

Selasa, 24 Maret 2020

Esensi Seorang Teman

Sebelum membusuk dari ingatan saya,....saya ingin berbagi salah satu ilmu esensial yang saya pelajari di negeri kangguru.
Pada awalnya,...saya mengapply buat kuliah magister di sini,...dengna bantuan agen lantaran dari juni hingga desember 2013,.....saya resmi jadi sarjana tanpa kerja tetap,......
Tentu saja,...menjadi pengangguran adalah hal yang meresahkan bagi sebagian orang,....sebagian besar...karena kadang opsi agar keuangan tetap stabil,..adalah tetep bergantung pada orang tua,....
Akhirnya,...udah sekian lama waktu itu berlalu,...gue pun meski di luar negeri yang masih dibiayai orang tua,.....tetep saya berusaha cari kerja,...meski kenyataannya : "Tanpa sertifikat bahasa,..dan work visa yang resmi,.....kamu gakkan bisa ngelamar di perusahaan besar,....meski pengalaman di indo puluhan tahun dan lulusan terbaik univ"
Ya,..ahkirnya kadang jadi buruh bongkar pasang pasar kaget,....upah 40 dollar per hari,....atau jadi buruh cuci di resto 20 dollar,.....
Tapi pertanyaannya : "apa sih yang bikin orang kok bisa dapat jabatan gede? Padahal beberapa tahun yang lalu biasa-biasa aja"
Ya,.lantas aku pun mengobrol dengan berbagai orang di sini,...termasuk asisten kuliah,...di situ kutemukan titik terang,...
"Kok,...aku ngapply,beberapa kali ke coles sama kfc,..kok belum ada yang nerima ya? " tanyaku pada teman sekosanku.
"Jangankan kamu,.....justru orang bule yang udah lokal bertahun-tahun pun,..pengangguran 6 bulan pun masih 'kasus wajar" jawabnya
"Terus gimana caranya ente dapat kerja?"
"Kalau saya dulu ya melakukan interview seperti biasa,..dapat kerja diperlakukan seperti orang nomor sekian....wah di lapangan bisa berhari-hari,......tapi ya ga terlalu didengar pendapatnya."
Btw,..teman kosan saya udah 7 tahun jadi permanent resident AU,.....
"trus kemudian saya dapat pekerjaan baru dari seorang kenalan saya. Diapun merekomendasikan saya buat masuk perusahaan Sxxx,.....lantas saya interview seperti biasa,..dan akhirnya dapat kerjaan kantoran yang ga perlu bolak balik lapangan. Ya sekarang sih lumayan,....semua itu karena saya punya reputasi di mata teman saya. "
Hal senada pun diutarakan asisten matkul SISTEM REKAYASA BERKELANJUTAN:
"Maybe the group that you form now will not lasts long,..but it remains essential. Guess,...,..I got my job from my friends. Did i ever take the interview? Completely no.....Until now,..I have never been an unemployee,..that's because I have friends that could recommend me to obtain job. "
The moral is: Kadang gelar aja ga cukup,.....buat dapat kerjaan layak,...kira kira,..hanya sukses 80% mengantar kita buat dapat suatu posisi pekerjaan,..tapi kecil kemungkinan untuk dapat jabatan yang wah dan jadi orang yang diperhitungkan dlaam perusahaan,...kira kira kurang dari 30 %,.....
Berbeda dengan kepercayaan seorang teman,....mereka bisa mengantarmu ke posisi yang layak,...bila kau sudah rebut hatinya,..dengan performa yang maksimal,.....dan sikap yang baik,....
kira-kira 75 % kepercayaan seorang rekan bisa membawa kita ke karir puncak. Akan tetapi,..tetap semua bergantung pada 'teman seperti apa yang mau kita rangkul dan bagaimana kita merangkulnya?"
Dan teman seperti apa yang kita rangkul dan percayai,..semua tergantung apa yang kita lihat sebagai yang terpenting dalam hidup. Kalau berteman dengan tukang minyak,..ya suatu saat akan kena panasnya,....
Maka,..seperti apa teman kita saat ini? Dengannya,..akan jadi apakah kita di masa depan?

Senin, 23 Maret 2020

Memilih Guru Agama

Bismillah.
Kalau diurai alasan mengapa saya sukarela mendukung 1610, 411, 212, 112,...dan segala macam kajian sunnah,...mungkin karena saya sejak remaja sudah bertemu dengan berbagai guru ngaji yang notabenenya adalah tetangga rumah saya , dan secara pribadi kuakui aku lebih rela baca ihya ulumuddin ketimbang buku grammar bahasa inggris. . Dari sanalah aku menempa ilmu dasar tentang kalam Allah serta beberapa kecil bagian pembinaan iman.
Maka bila aku ditanya tentang guru agama seperti apa yang ideal, utamanya menurutku yang masih dasar belajar agama adalah beliau beliau yang mengembalikan segala pemahaman pada Al Qur'an dan Sunnah, berikut dengan kecakapan ilmu Tauhid dan juga akhlak yang terpuji. Mungkin kamu kamu akan bertanya: "apakah kamu akan tinggalkan seorang ahli agama atau guru agama, apabila ia berpoligami, tanpa minta izin isterinya?" Jawaban saya adalah tidak akan meninggalkan petuah dan ceramah beliau-beliau!. Aku takkan memungkiri, kamu kamu bisa saja sakit hati, lantaran poligami memang sedikit banyak tinggalkan luka menganga dalam rumah tangga.
Itu hakmu dan cukup rasional, apalagi bila kamu kamu adalah seorang wanita,merasa bukan akhlak terpuji menyaksikan dan tahu ustad teladanmu berpoligami, dan itu adalah hak saya untuk tidak berhenti mendengarkan beliau beliau selagi masih ajarkan kita untuk kembali pada Al Qur'an dan Sunnah , sebagai SOP mutlak seorang muslim serta tunjukkan tuntunan akhlak mulia. Saya baru akan tinggalkan mereka, kalau mereka sudah berhenti mengEsakan Allah lalu menyalahkan ajaran tauhid dan sunnah, tak peduli mereka punya rumah tangga baik dan anak anak yang patut diteladani, bukankah dosa besar nomor wahid adalah menyekutukan-Nya? Untuk mereka-mereka yang sudah terlanjur tinggalkan tauhid dan berkata "semua agama sama", "kitab suci sudah 'exp#####"....aku hanya sekedar berhenti anggap mereka ulama , namun mereka tetap teman kita dalam kemanusiaan.
Aku akan mengulang kisah, bahwasanya zaman dahulu Nabi Musa a.s pun diperingatkan oleh malaikat ketika beliau alaihissalam mengutuk kebiadapan seorang ibu yang membunuh anaknya sendiri; bahwasanya sang Ibu masih sangat berpeluang mendapat ampunan-Nya, ketimbang orang-orang yang berani dengan sengaja tinggalkan ibadah kepada-Nya. Soal engkau benci dengan poligami, aku turut prihatin, dan akupun tidak mengamininya, namun AKU JAUH LEBIH TIDAK SUKA KALAU AD HOMINEM DAN STANDAR GANDA JADI KEBIASAAN YANG MENGAKAR AKUT DALAM MASYARAKAT.
Sungguh aku lebih muak, dengan kebiasaan masyarakat kita yang sedikit-sedikit mengucilkan seorang guru agama lantaran ia poligami , tetapi masih mendukung orang yang gonta-ganti pacar , playboy, playgirl, sebagai sebuah kebanggaan. Apa masih kurang miris, menurutmu, bila kita temukan sebuah keluarga justru malah sukarela biarkan anak2nya pacaran bebas, sementara giliran mereka serius nikah pada umur yang sepadan dan berkecukupan kita tuntut mereka mahar yang tidak masuk akal dan cenderung kita persulit atas nama 'nama baik pada rekan dan tetangga'?
Maka, akupun sering pusing dengan kebiasaan kita menjauhi seseorang yang membuka peluang amal kita, lantaran alasan yang tidak relevan, ataupun kita malah membuka peluang fitnah pada mereka-mereka yang masih berhubungan erat dengan sosok yang kita lawan. Kita menjauhi guru agama, lantaran anaknya ketahuan mencolong, yang padahal beliau-beliau sendiri kewalahan menanganinya, ataupun kita jadikan keluarga ulama yang kita musuhi sebagai bahan rumor tidak sedap tatkala kau ketahui sang ulama dilamar partai yang acapkali sering bikin masalah. Jujur, aku takkan mengamini , mengiyakan penghakiman sempit terhadap para guru agama dan keluarganya, lantaran kesalahan mereka yang masih dibenarkan secara syar;i . Mengapa begitu asyik kita bakar ladang amal dengan fitnah?
Sungguh, kurasakan sekarang, ada beberapa orang yang menurut saya mungkin bukan guru yang betul-betul sempurna dalam kemanusiaan, namun mereka masih mampu menjadi teman dan guru kita dalam ke-Tauhid-an dan habluminnallah. Bukankah yang mendekam dalam neraka 1000 tahun masih lebih melegakan daripada mendekam abadi di dalamnya?

Sabtu, 07 Maret 2020

Makna Kecerdasan-Disadur dari Komunitas Komppak

Berikut saya lampirkan hasil kajian dari KOMPPAK: 

Semoga dengan membaca ini tidak ada lagi perkataan...."anak dokter kok tdk pinter", "anak dosen kok tdk pinter", anak karyawan bank kok tidak pinter"...dll*_


*MAKNA KECERDASAN?...*

Di papan tulis, saya menggambar sebatang pohon kelapa di tepi pantai, lalu sebutir kelapa yang jatuh dari tangkainya. 
Lalu saya bercerita, ada 4 anak yg mengamati fenomena alam jatuhnya buah kelapa ditepi pantai itu. 

Anak pertama: Dengan cekatan dia mengambil secarik kertas, membuat 
bidang segi tiga, menentukan sudut, mengira berat kelapa, dan dengan rumus matematikanya anak ini menjelaskan hasil perhitungan ketinggian pohon kelapa, dan energi potensial yang dihasilkan dari kelapa yang jatuh lengkap dengan persamaan matematika dan fisika. 

Lalu saya sebagai psikolog tanya kepada siswa-siswa saya: "Apakah anak ini cerdas?"
... dijawab serentak sekelas. " iya !!... Dia anak yang cerdas" 

Lalu saya lanjutkan cerita ... 

*Anak kedua :* Dengan gesit anak ke dua ini datang memungut kelapa yang jatuh dan bergegas membawanya ke pasar, lalu menawarkan ke pedagang dan dia bersorak ... "Yesss ... laku Rp 5.000!"

Kembali saya bertanya ke anak-anak di kelas ... "Apakah anak ini cerdas?". 
Anak-anak menjawab "Iyaa , dia anak yg cerdas". 

Lalu saya lanjutkan cerita...

Anak ketiga : Dengan cekatan, dia ambil kelapanya kemudian dia bawa keliling sambil menanyakan: "pohon kelapa itu milik siapa? Ini kelapanya jatuh, mau saya kembalikan kepada yang punya pohon."

Saya bertanya kepada anak-anak ... apakah anak ini cerdas?
Anak-anak dengan mantap 
menjawab:" iya ... dia anak yang cerdas!"
 
Sayapun melanjutkan cerita terakhir 

Anak terakhir: Dengan cekatan, dia mengambil kelapanya kemudian dia 
melihat ada seorang kakek yg tengah kepanasan dan berteduh dipinggir 
jalan. _

"Kek, ini ada kelapa jatuh, tadi saya menemukannya, kakek boleh meminum dan memakan buah kelapanya".
Lalu saya bertanya ... apakah anak ini, anak yg cerdas? Anak-anak  menjawab, 
"iya ... dia anak yang  cerdas".

Anak-anak menyakini bahwa semua cerita di atas menunjukkan anak yg cerdas. Mereka jujur mengakui bahwa setiap anak memiliki *"Kecerdas-unikan-nya".* 
Dan mereka ingin dihargai *"Kecerdas-unikan-nya"* tersebut.......

*Namun yang sering terjadi, di dunia kita, dunia para orang tua dan pendidik, menilai kecerdasan anak hanya dari satu sisi,* yakni ? 

"Kecerdasan Anak Pertama, Kecerdasan Akademik"*, Lebih parahnya, kecerdasan yang dianggap oleh negara adalah kecerdasan anak pertama yang diukur dari nilai saat mengerjakan UN. 

Sedang ... 
*"Kecerdasan Finansial"* (anak no 2), *"Kecerdasan Karakter"* (anak no 3) dan *"Kecerdasan Sosial"* (anak no 4). 
Belum ada ruang yg diberikan Negara untuk mengakui kecerdasan mereka.

Anak Anda termasuk nomor berapa?
,
Saya jadi ingat, dulu sering kami jadikan olok-olokan saat SMA, antara anak IPA dan anak IPS, siapa yg sebenarnya cerdas? Bagaimana kira-kira perasaan buat anak IPS? Terkadang terasa diperlakukan jadi siswa yang terpinggirkan.... Duh menyedihkan...😥

Anak Anda semuanya adalah anak-anak yang cerdas dengan "Keunikan dan Kecerdasan-nya" masing-masing. Hargai dan jangan samakan dengan orang lain atau bahkan dengan diri Anda sendiri. 

Mari hargai kecerdasan anak kita masing-masing,  dan siapkan mereka dengan *4 kecerdasan (Akademik, Finansial, Karakter, dan Sosial)_  sebagai pedoman dimana mereka akan mengarungi lautan hidup kelak. 
*#Tiap manusia lahir dengan kecerdasan dan keunikan masing-masing#* 🌟🌟🌟

Share by *KOMPPAK*
*Komunitas Pecinta Pendidikan, Anak, dan Keluarga*

Senin, 10 Februari 2020

Kumpulan Puisi Muhammad Asqalanie (English by Briantono Raharjo)

The Man's Rain

By: Muhammad Asqalanie Eneste

(English: Briantono MR) 


The rain in your brave heart
has gone wet,...
while the ground reveal its clay,
with shy, blooming the flower,
on the rear garden.

Ribs unite on a cross,
when apple trees fallen,..
perhaps due to the raging gale
within the orgasm of the hail

Once the chest becoming the tree
thou shall begging,...
"shall I grow ripping the sky high?"
right when the rain falls gently,..

but
when the climbers,
bury his own leg,
he shouts a vow,..
hoping there will be rain
no more

"...no more man's rain"


di Febryan 2015

______________________________________________________________________



Obsessive Compulsive Disorder

: Asa Maxwell Thornton Farr Butterfield
(Oleh: Muhammad Asqalanie Eneste)




di planet yang genit ini, aku mematut kaca di kelapa hingga
ke kepalan pekat di lebuh dadaku; tak ada cahaya sempurna,
sedang aku si samar-samar kehilangan cara, bertikaian apa
yang tak terurai definisi.

"aih, terkutuklah ketampanan langit bumi, sejak Yusuf tak lagi
menyebar wangi kasturi" katamu ketemu seorang tamu yang mirip
wajah lelaki dalam kisah Luth.

"maka satu-satunya galaksi di galak diri, adalah tinggi kesaksian
seorang munafik seperti abu jahal" jawaban yang janggal kujagal,
seperti tak mengenal kata penggal.

"bersenggamalah bayang-bayang diri yang hancur setelah
benturan naluri, tak ada big bang setelah dan sebelum eva, tak ada"
kau begitu percaya.

aku begitu percaya.

seperti gelap lorong gereja bagi perempuan bernama Wilma,
selamanya aku si lumpuh yang cerpelai dan takkan mengaku mempelai
tanpa belalai.

"di matamu watu kehilangan keras nawaitu, Asyiah tak membela Fir
yang tenggelam diapungkan waktu, dalam kitab pembelajaran kaum pembaca"
kataku yang entah mengulang katamu.

membereskan kelamin di dalam kelam, berdoa sewangi dan sebulat mempelam,
kelambu adalah jaring laba-laba di liur kaca yang gampang pecah; menjadi
kebenaran OCD

2016

__________________________________________________________________________________________







Muhammad Asqalanie Eneste 

 Suka belajar ini dan itu. Suka dengan hal-hal unik. Mengajar Kelas Puisi Online (KPO) bersama WR Academy. Ingin keliling dunia dengan prestasi. Pendiri Community Pena Terbang. IG: @muhammadasqalanie

Obsessive Compulsive Disorder-Muhammad Asqalanie Eneste

Obsessive Compulsive Disorder
: Asa Maxwell Thornton Farr Butterfield
(Oleh: Muhammad Asqalanie Eneste)

di planet yang genit ini, aku mematut kaca di kelapa hingga
ke kepalan pekat di lebuh dadaku; tak ada cahaya sempurna,
sedang aku si samar-samar kehilangan cara, bertikaian apa
yang tak terurai definisi.

"aih, terkutuklah ketampanan langit bumi, sejak Yusuf tak lagi
menyebar wangi kasturi" katamu ketemu seorang tamu yang mirip
wajah lelaki dalam kisah Luth.

"maka satu-satunya galaksi di galak diri, adalah tinggi kesaksian
seorang munafik seperti abu jahal" jawaban yang janggal kujagal,
seperti tak mengenal kata penggal.

"bersenggamalah bayang-bayang diri yang hancur setelah
benturan naluri, tak ada big bang setelah dan sebelum eva, tak ada"
kau begitu percaya.

aku begitu percaya.

seperti gelap lorong gereja bagi perempuan bernama Wilma,
selamanya aku si lumpuh yang cerpelai dan takkan mengaku mempelai
tanpa belalai.

"di matamu watu kehilangan keras nawaitu, Asyiah tak membela Fir
yang tenggelam diapungkan waktu, dalam kitab pembelajaran kaum pembaca"
kataku yang entah mengulang katamu.

membereskan kelamin di dalam kelam, berdoa sewangi dan sebulat mempelam,
kelambu adalah jaring laba-laba di liur kaca yang gampang pecah; menjadi
kebenaran OCD

2016

Minggu, 02 Februari 2020

Mengapa Tanggal 25 Itu Masih Kau Ingat?

Dear Enda,

Ini bukanlah tentang rasa yang harus diulang. Melainkan tentang apa yang masih tersembunyi, setelah tanggal 8 itu.

Aku masih ingat sore hari itu. Dimana kita yang tadinya hanya berjumpa lewat suara dan kata demi kata di media sosial, akhirnya bertatap muka dengan saling tertegun akan wajah masing-masing. Saat itu, aku masih jadi milik  seseorang, yang sudah mulai memudar rasa kagum terhadapnya bersama aliran waktu dan rupa-rupa selisih yang membuat risih. Aku yang tak selalu paham terhadap situasi, dengan tanpa rencana kujadikan engkau tempat bersandar. Kata demi kata. Percakapan demi percakapan. Hingga semua hal dari titik paling rahasia dari dasar hati mencapai gendang telingamu.

Setiap kali aku kesal dengan kekasihku saat itu, engkau kerap menjadi pengungsian. Lalu kita pesan tempat duduk favorit di setiap rumah makan setiap kali butuh waktu untuk membuka ruang wacana lebih dalam. Akhirnya, dia pun mengintai namamu, setelah ponsel coklat tua-ku ditelusurinya pada suatu sore, lalu pesan darimu tertangkap sepasang matanya. Puncak dari segala emosi tak terhindarkan, lalu tanpa ragu kuputuskan ikatanku dengannya. Sebenarnya, saat itu dirimu belum punya posisi mentereng dalam hatiku. Aku hanya enggan untuk terus bertahan dalam hubungan yang sudah mulai dinahkodai oleh rasa curiga dan posesif. Di titik ia tega meracau pikiranku dengan tuduhan yang tidak mendasar disaat harus menghadapi ujian akhir semester, akhirnya kuputuskan -meski itu sebuah kebodohan-  untuk melenyapkan rasa dengannya. 

Aku yang merindukan kebebasan, tak serta merta meminta dirimu untuk melihat diriku untuk jadi sesuatu yang berharga. Karena akupun butuh waktu untuk berpikir ulang dan menata kemana arah mata ini akan melihat hari esok. Maka, selain dirimu, akupun mencoba menelesuri ruang pikiran dan perasaan teman-teman lawan jenisku yang lain. Setelah bergulat dengan bermacam-macam watak, kumantapkan hati bahwa ratusan hari berpikir ulang lalu memutuskan engkau sebagai pilihan berikutnya adalah pilihan tepat. Maka, tanggal 25 di suatu bulan di tahun 2011 , kita pun menjadi sepasang kekasih. Saat itu, aku kembali dikuasai rasa yang sempat menghilang selama puluhan hari, ditelan oleh berbagai agenda dan rencana-rencana lain.

Tiga puluh hari pertama, rasanya kita benar-benar menikmati waktu bersama. Berdua hingga tengah malam pun rasanya bukan hal yang tabu, selama tidak dikuasai hasrat yang meruntuhkan. Tetapi, sedikit demi sedikit, kita merasakan suatu gesekan kecil, tak terlihat mata, tetapi terasa di hati masing-masing. Beberapa kali kau tidak nyaman, saat aku masih sibuk menghadirkan pengalamanku yang lama saat mata kita bertemu. Mungkin, ada banyak hal berbeda antara kita yang baru disadari, karena kita saling membuka lembar baru dalam situasi yang tak serupa.

Suatu hari, engkau berkata tentang sebuah rahasia. Aku penasaran, lalu kudesak dirimu untuk angkat bicara. Sial, mengapa seringkali seorang manusia sulit melupakan masa lalunya saat menilai seseorang yang berbeda? Di suatu malam, akhirnya kau ungkap kata, lalu tertuanglah sebuah kalimat yang menjadi rahasiamu sejak lama. Aku mencoba terima, meski jantungku berdetak bagai menghadapi marathon. Kukuatkan hati, bahwa pikiran dan hati seyogyanya harus bisa lebih terbuka akan segala kemungkinan. Bukankah di tanggal 25 itu sudah kumantapkan hati untuk memberanikan diri kembali?

Suatu masa, setelah ratusan hari kita bersama, kuulang kembali siklus perasaan seperti kekasih yang dulu. Aku jalan dengan yang lain saat masih bersama denganmu. Aku tak lagi merasakan tekanan dari rasa posesif, meskipun adrenalinku masih menyimpan rasa takut akan kejutan yang akan terjadi di hari-hari mendatang. Tapi, teringat tiga patah kata rahasiamu yang terungkap saat sore yang sepi itu, entah kenapa selalu kembali terpikir untuk mencari petualangan baru. Bodohnya diriku. Maka, di suatu siang, kuutarakan bahwa aku mengulang perbuatan yang sama seperti saat awal bertemu. Tak lama, bagaikan api kompor yang disulut minyak, dengan senyum tanpa niat berlebih, aku salah memilih lelucon malam itu. Malam dimana semestinya aku memberikan perhatian dan apresiasi lebih atas kesabaranmu, dan menyadari bahwa diri sendiri pun menyimpan aib yang masih ditutupi Tuhan; hingga terlihat di mata masing-masing kita terlihat sempurna dengan sedikit cela, justru malah menjadi akhir dari kisah yang kita jalani selama ratusan hari. Tepat tanggal 8 jam 9 malam, kamu dan kisah kita berubah wujud menjadi nostalgia.

Sekarang, izinkan membuka beberapa hal yang kututup rapat darimu. Pertama-tama, sekali lagi aku minta maaf atas kebodohanku saat tanggal 8 itu. Mungkin memang tak ada alasan logis untuk sebuah ketakutan dan kebencian, termasuk tentang buluk kudukku yang merinding mendengar tiga patah kata rahasiamu. Rahasiaku yang pertama, tentang ketakutanku, kau tahu? Sebelum aku menyatakan perasaanmu dalam mobil di tanggal 25, sempat seorang kenalanku, seorang lawan jenis yang lebih tua mengakui dirinya melakukan hal asusila lalu kemudian dia bergelagat ingin menjadikanku korban berikutnya. Jadilah aku tak ingin terlalu serius dalam menjalani hubungan dengan siapapun, termasuk dirimu. Sayang, hanya karena ketakutan yang sepele, di malam kau buka rahasiamu, mentalku sudah kalah. Seperti halnya pesepakbola yang enggan menendang karena takut disepak dari arah tak terduga. Tidak, malah lebih buruk. Semestinya, aku berkonsultasi ke psikologi terlebih dahulu sebelum menambah jam petualangan lagi.

Rahasia selanjutnya, sekaligus yang terakhir, karena sisanya masih ingin kusimpan dengan sangat rapat, ingin kuakui bahwa akupun adalah makhluk ekonomi yang oportunis, Menjalani hubungan denganmu, yang terbentang jarak antara kota dan kabupaten, pelan-pelan menguras tabunganku. Di akhir tahun 2011, mesin penyimpan uang hanya menunjukkan lima digit. Suatu pengeluaran yang tak pernah terjadi seumur hidup menjadi makhluk konsumtif, hingga setiap minggu ibuku mulai risih setiap kuminta tambahan uang bensin. Semestinya, kalau hari-hari selama kita bersama kuberanikan diri untuk berjualan kue sus setiap pagi, semestinya memacu kendaraan melewati jalan tol bukan lagi hambatan berarti. Tetapi paradoksnya, mungkin kau bertanya mengapa lagi-lagi kubiarkan hatiku kembali mengembara menuju perhentian yang lain? Maka dengan seksama kujawab, semuanya bermuara pada biaya perjalanan. Selain itu, semua teman yang meminjam uangku hampir tak pernah mengembalikan tepat waktu, sebagaimana janji manis mereka dikala memohon bantuan. Hingga detik ini, aku tak sampai hati membu muka rahasia ini, karena kuingat dirimu yang tak pernah begitu jauh mempermasalahkan biaya. Mungkin gilanya diriku, aku tak ingin malu tampil di hadapanmu sebagai orang tak berpunya.

Waktu berlalu, apa kau ingat saat aku diam dengan lidah tak berkelu saat kau akhiri ikatan kita? Tanpa terasa, saat aku lanjutkan studi ke lain benua, kudengar kabarmu naik ke pelaminan. Dari awal, aku terdiam sambil mendoakan agar kau bahagia selalu. Karena sejak tanggal 8 hari itu, aku sudah terima atas akibat dari kebodohanku. Lalu kau bercerita di wajah media sosialmu, bahwa tanggal 25 sempat menjadi suatu kenangan bagimu. Padahal, sebelum aku datang, orang lain pun sempat torehkan luka di hatimu. Aku tak lagi memiliki rasa, tetapi mengapa kau pilih tanggal itu untuk diabadikan? Hingga hari ini, aku terus bertanya, apa yang membuatku berbeda di matamu? Padahal, mungkin saja aku ada dalam daftar sosok-sosok bodoh yang menambah luka dalam perjalanan hidupmu.

Tak terasa, hari ini masih sempat kupantau dirimu. Putramu sudah melewati masa balitanya, lalu kau menjadi seorang ibu yang terus menjaga seisi rumah dan keluarga. Di sisi lain hatiku, di ruang yang sangat kecil, ada sebuah harapan, mungkin lebih sepele dari kuman yang masuk lewat udara: bahwa putraku dan putramu bisa menjadi sahabat dekat, atau paling tidak menjadi junior dan senior yang saling menghargai. Sebagian rahasiaku telah kuungkap, aku berharap mendapatkan sedikit kelegaan tentang apa yang tak kuungkap pada tanggal 8 itu. Tentunya, dengan masih membawa tanya, -tanpa nostalgia, ataupun rasa yang menguak kembali- tentang tanggal 25 yang kau masih ingat.

Dengan hormat,

Salah seorang yang pernah menyia-nyiakan kesempatan karena rasa takut,

B,M.R

Tanggal 3  Bulan Rahasia Tahun 2020

Kamis, 30 Januari 2020

Manuver Pertama Ustadz Salim Mengabadikan Sejarah yang Terabaikan- Sebuah Resensi 'Sang Pangeran dan Janissary Terakhir"

"Pesantren berdiri berabad-abad, untuk membentengi bangsa Indonesia, membentengi umat Islam, dari pengaruh-pengaruh kekafiran dan dari pengaruh-pengaruh penjajah dan penjajahan, Maka, kalau ada kiai, tidak anti penjajahan, maka itu kiai palsu! Kalau santri tidak anti penjajahan, itu santri palsu. Kalau pesantren tidak anti penjajahan, itu pesantren palsu! Kita ini sedang dijajah, nak!" (Kiai Abdullah Hasan Sahal, akhir 2018). 


Siaran ceramah dari salah satu Kiai Sepuh pembina pesantren Gontor itu memang terdengar provokatif dan mungkin menanamkan amarah sebagian orang. Baik amarah terhadap beliau sang penceramah karena ceramahnya dianggap 'tidak menyenangkan', maupun amarah terhadap situasi yang dipompa oleh 'ghirah'  kesadaran tentang epidemi penjajahan dan penindasan yang masih menimpa sebagian bangsa yang ada di muka bumi, salah satunya bangsa kita, yang baru-baru ini merasakan ancaman di Natuna. Saya adalah orang yang mengemban amarah jenis kedua, dimana pidato sang kiai memantik rasa penasaran tentang premis 'santri palsu adalah yang anti penjajahan', yang berkembang menjadi sebuah pertanyaan besar tertanam dalam kepala.


Rupanya, Ustadz Salim A Fillah, salah seorang da'i yang saya kenal sebagai salah seorang pembina masjid Jogokariyan serta pengisi berbagai tausiyah diluar negeri, menyediakan jawaban atas pertanyaan besar tersebut melalui novel fiksi sejarah yang merupakan debut pertama beliau rahimahullah di bidang fiksi. Adalah 'Sang Pangeran dan Janissary Terakhir', karya beliau yang terangkum dalam halaman sebanyak satu koma dua rim ini, yang memaparkan logika-logika serta alur mengapa santri punya andil besar dalam menentukan perjuangan rakyat, yang dalam konteks buku novel ini adalah perjuangan rakyat yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.  Secara lebih luas, novel ini turut menguraikan bukan hanya perjuangan Kesultanan Yogyakarta trah Hamengku Buwono melawan penjajah kolonial Belanda, melainkan juga tentang turut campurnya para bangsawan Turki dan China, kaum rakyat, patih, dan santri dalam salah satu peperangan dan konspirasi terbesar di pulau Jawa di awal abad 19. Sesuai dengan paragraf awal diatas, kaum santri di era kolonial, yang pemikirannya masih cukup lurus, turut banyak berperan dalam memecahkan pemufakatan jahat para pejabat Keraton yang berkhianat, membuat strategi kaum penjajah kocar-kacir, hingga yang paling rutin: mengobarkan semangat rakyat sipil dari berbagai profesi dengan semangat jihad fi-sabilillah.

Cover Depan Novel SPJT


Membaca novel ini memang cukup menguras energi pada beberapa halaman awal. Selain menantang diri untuk beradaptasi dengan diksi-diksi dan istilah Jawa dan Belanda yang banyak diulang dalam kisah ini, ada beberapa ketegangan dan pertumpahan darah yang cukup mengusik adrenalin. Dengan terus terang, maka label 'explicit content: reader advisory' rasanya tak meleset untuk disematkan pada novel ini. Sebagai tambahan, novel ini bergerak dalam pikiran dengan alur progresif, sehingga kadang muncul beberapa detil yang kadang sekilas terlihat remeh, tetapi mengandung peranan besar dalam interaksi tokoh di sepanjang naskah. Dengan kata lain, mungkin harus sesering mungkin menguatkan mata agar tidak ketinggalan detil-detil yang terjadi.

Bagi saya sendiri, mengunyah segala anasir, konflik, percakapan, perwatakan tiap tokoh, dan perawakan hingga ke hati memang tidak instan terjadi. Tetapi, setelah melewati beberapa ratus halaman awal, novel ini berbalik memberikan energi pada saya. Kembali mengingatkan saya akan inti-inti ajaran tauhid, kaidah-kaidah strategi perang kolonial, permufakatan jahat, perang pemikiran, keterkaitan antara etnis dengan senjata daerah masing-masing, hingga haru-biru peliknya cinta dan romansa antar beberapa tokoh yang bentuknya lebih rumit dari segitiga, bahkan segiempat. Barangkali, novel ini memberikan lebih dari yang digambarkan sub-judulnya: "Kisah, kasih, dan selisih dalam Perang Diponegoro." Dengan menyimak serangkaian konflik dan romansa ini, wawasan dan nurani saya seakan mendapatkan 'ghirah' baru dalam menggali pola-pola interakasi yang terjadi di era kolonial.

Novel Sang Pangeran dan Janissary Terakhir (SPJT) ini tak hanya bercerita tentang Pangeran Diponegoro. Alih-alih, justru kisah, lika-liku, dan asal-usul Nurkandam dan Basah Katib, dua bersaudara asal  Turki yang disebut-sebut sebagai salah satu penggerak 'Janissary', barisan tentara kesultanan Turki,  mendominasi novel fiksi sejarah ini. Demikian pula, untuk antagonis utamanya tak hanya berkutat pada para panglima Belanda semisal Van Den Bosch dan Van De Cock, melainkan juga  pengkhianat dalam istana, Patih Danurejo, serta 'anak angkat Kesultanan Yogyakarta' yakni Cao Wan Jie. Bisa disimpulkan, salah satu hikmah dari novel ini adalah suksesnya penjajahan ada karena pengkhiantan orang dalam serta strategi muslihat, sementara gagalnya penjajahan datang dari bersatunya tekad yang dibalut dengan keimanan yang ikhlas dan kompaknya segenap elemen masyarakat mengenali hingga mengendalikan gejala-gejala dan pengaruh-pengaruh penjajahan.

Tokoh-tokoh lain yang turut menjadi kunci dalam rangkaian epos ini, antara lain adalah Nuryasmin-istri Basah Katib, Orhan dan Murad-pengawal setia Basah Katib dan Nurkandam, Siti Fatmasari-putri kedua Danurejo, Kyai Mojo, Gentayu- kudanya Pangeran Diponegoro, hingga Prager-serdadu Belanda yang menaruh hati pada Cao Wan Jie. Dengan adanya tokoh-tokoh ini, interaksi dalam novel SPJT seakan membentuk sebuah ekosistem yang membuat alur cerita lebih kaya. Sedikit bocoran, kata kunci "gudeg" dan "surat Basah Katib" adalah beberapa unsur yang membuat perjalanan epos Perang Diponegoro terisi oleh konflik yang rumit tapi berwarna dan menguak banyak logika yang belum banyak orang sadari.

Seusai membaca ini, saya merasa bahwa kemungkinan besar para pembaca yang mendaras hingga menghayati isi novel ini akan paham beberapa hal: mengapa Pangeran Diponegoro kerap dihujat sebagai fanatik dan radikal oleh kaum penjajah, bagaimana Turki turut mempengaruhi kebudayaan di Jawa, siklus-siklus pengkhiantan dan permufakatan jahat para pejabat pribumi era kolonial, bagaimana 'alam' turut paham siapa yang benar dan salah dalam suatu perang, hingga mengapa keterlibatan para Janissary akhirnya tak tertulis dalam sejarah kebanyakan. Kejutan kecil, memang ada peran binatang buas dalam keberjalanan perang akbar yang terjadi antara 1825-1830 tersebut. Semua akan terjawab dalam rangkaian epos SPJT ini.

Setelah sepuluh hari  membaca SPJT, saya merasa lebih tertarik untuk menguliti strategi perang dan konflik era kolonial bukan hanya yang terjadi di Jawa, tetapi di seluruh pelosok Indonesia. Selain itu, beberapa perwatakan lokasi, tempat, hingga senjata yang ditampilkan turut memicu kembali ghirah saya untuk memahami sunnah-sunnah Rasulullah SAW dan kebudayaan Islam terhadap 'benda-benda mati', yang kadang kurang menjadi perhatian utama dalam banyak kajian agama. Selain itu, narasi-narasi yang tersaji cukup memantik imanjinasi dan mimpi kembali timbul dari mulai kepala hingga dada, berharap mampu untuk seakurat dan semenarik mungkin menyusun narasi dan naskah untuk pahlawan nasional lainnya-berhubung hingga saat ini hobi menulis masih sangat digandrungi-.

Sebelum mengakhiri resensi, saya hampir lupa bahwa ulasan ini bukan hanya tentang novel SPJT , melainkan juga menjadi wadah untuk menyampaikan kesan dan pesan terhadap Ustad Salim A Fillah.

Yang saya hormati, Pak Ustadz Salim, terus terang saya tidak percaya bahwa ini adalah hasil eksperimen pertama ustadz untuk fiksi. Karena hadirnya buku ini seakan tidak menyisakan 'sisa-sisa proses eksperimen' ataupun 'trial-error' yang berkonsekuensi 'plot-hole'. Kendati dirangkai dalam bentuk campuran antara novel tipe konvensional dan flashback progressive yang cukup sulit dibaca secara cepat,  Ustadz sudah sangat rapi dalam mengemas situasi berikut elemen-elemen semiologi terkait beserta penguraian watak dari para tokoh-tokoh yang terlibat di dalam naskah ini. Barangkali, karya Ustadz yang satu ini akan menjadi salah satu referensi utama dalam menyajikan narasi sejarah yang begitu hidup dan interaktif.

Akhir kata, berikut saya lampirkan keterangan data-data dari buku:


Cover Belakan

Judul                        : Sang Pangeran dan Janissary Terakhir -

                                   Kisah, Kasih, dan Selisih dalam Perang Diponegoro

Penulis                     : Ustadz Salim.A. Fillah

Tebal                        : 632 halaman tanpa lembar index   

Penerbit                   : Pro-U-Media

Tahun Terbit           : 2019

Penyunting             :Irin Hidayat

Pemeriksa Aksara  :M. Shiddiq, P

Layouter                : Romadhon Hanafi dan Arya Muslim


ISBN-978-623-7490-06-7






Tabik,

Salah satu jamaah masjid kantor yang fakir ilmu,

Briantono Muhammad Raharjo

30 Januari 2020.

#semuabacasangpangeran

#sangpangerandanjanissaryterakhir





  Tembakan Salvo di Ujung Senja - Briantono Muhammad Raharjo-   1948, Jember   "Mbak Rukmini, kenapa sekarang Bapak hanya jad...