Jumat, 15 November 2019

Refleksi Teacher's Diary: Seni Menulis Surat adalah Benang yang Memintal Hati

Selain orang tua, dalam perkembangan dan pertumbuhan diri, guru memiliki peranan penting. Para guru, terlepas dari bidang dan tempat mengajar, merupakan sosok penanam nilai yang tak terelakkan dari lajur perjalanan hidup manusia. Beberapa orang yang saya kenal begitu mengidolakan guru bahasa indonesia, ada pula yang sangat segan dengan guru matematika dan fisika. Saya sendiri cukup mengagumi guru PPkn zaman SMP dan guru kimia ketika di SMA.

Beberapa hal yang membuat seorang guru patut diteladani, bukan hanya dari materi yang diajarkannya, melainkan juga dari sikap dan tutur kata. Semakin dewasa saya semakin dalam berpikir, bahwa kekaguman pada seorang guru bukan hanya karena mereka menampilkan hal-hal yang baik. Adakalanya seorang guru juga manusia yang bisa merasa lelah dan punya cita-cita yang belum tercapai. Pada titik itu, saya semakin mengagumi guru lantaran mereka pun juga menjalankan keseharian seperti manusia lainnya. 

Jikalau ada lamunan yang cukup esensial, barangkali boleh kita kembali bertanya pada isi kepala yang mencoba untuk berisik: "Dari manakah guru favorit kita memperoleh inspirasi?" Jawabannya bisa menjurus pada beragam spekulasi, yang tentu saja perlu pembuktian dengan bertanya langsung sekalian bersilaturahmi dengan tercinta, atau bertanya pada orang sekeliling guru. Seringkali kita lupa, bahwa mempelajari bagaimana cara seorang guru belajar adalah sebuah ilmu berharga. 

Beberapa cara seorang guru belajar sudah dipastikan berbeda dengan muridnya. Namun alangkah mustahil, bila seorang guru langsung jadi ahli berdasarkan pembawaan biologis -terkecuali memang benar-benar membawa mukjizat sejak awal. Beberapa orang guru yang kita kenal dan kagumi, sedikit atau banyak, telah melalui pengalaman pahit manis dalam perjuangan hidup dan karir. Sebagian mendalami dan meresapi ilmu karena didikan orang tuanya dahulu, atau bertemu dengan kesempitan hidup yang menantang. 

Terkait dengan pengalaman seorang guru menempa kemampuannya karena keterbatasan, film Teachers Diary asal Thailand berhasil merekam sempurna tentang 'belajar jarak jauh' semestinya. Jauh dari bayangan otak polos kita tentang e-learning, homeschooling, ataupun sekedar paket CD interaktif. Teachers Diary adalah sebuah cetak biru tentang esensi pendidikan jarak jauh yang terhubung oleh goresan tangan dalam surat. 

Adalah Ann dan Song, sebagai guru muda yang mengabdi di sekolah tersebut dalam periode berbeda. Dalam film drama roman ini, kedua tokoh utama ditempatkan mengajar di sebuah sekolah terapung di pelosok,  tempat anak-anak nelayan menimba ilmu. Kedua guru muda ini awalnya tak punya banyak kemampuan dan pilihan dalam perjalanan menempa anak-anak nelayan ini menimba ilmu. Namun, kegiatan berbalas catatan menjadi kunci kerjasama mereka menanamkan nilai pada anak didik mereka. 

Ann merupakan seorang guru wanita yang pekerja keras sekaligus keras kepala. Pengalaman dikhianati oleh tunangan mendorong dirinya bersikeras menjadi seorang guru. Jikalau meresapi fol. lebih jauh, rasanya memilih mengabdi di pelosok jauh lebih rasional ketimbang memberikan harapan kepada calon suami pengkhianat yang mengiba setelah berhubungan badan dengan orang lain di luar nikah. Berusaha kabur dari masa lalu, tunangan pengkhianat, sekaligus tegas akan identitas,  Ann teguh pada pendiriannya untuk mempertahankan tato kendati dilarang oleh kepala sekolah. Jadilah Ann ditempatkan menjadi pelopor pengajar anak nelayan di sekolah "Baan Gaeng Wittaya" (penampungan tengah tambak). 

Song sendiri adalah pria yang ramah, serba ingin tahu, meski sedikit cangggung. Secara psikologis, masa lalu Song sebelum melamar menjadi guru hampir serupa dengan Ann. Bedanya, ia menjadi orang yang ditinggalkan kekasihnya yang cinta kepada pria idaman lain. Tatkala ia melamar menjadi guru olahraga, kepala sekolah menempatkannya menjadi pengajar anak nelayan dekat bendungan untuk periode kedua. Berbeda dengan Ann, yang cenderung tenang, sepanjang film penonton disuguhkan dengan adegan kecanggungan dirinya. Kendati demikian, Song memiliki peran esensial dalam memberi petunjuk pada Ann setelah menyadari bahwa membuat anak didik paham bukan hanya soal 'setor rumus'. 


      Ann dan Song, terhubung lewat diari. 

Kedua tokoh ini harus beradaptasi dengan segala keterbatasan tatkala mencapai pelosok. Mulai dari ketiadaan listrik, memasak tanpa kompor, gejolak sungai, hingga keadaan lokasi yang rawan cuaca buruk. Belum lagi ditambah dengan ulah anak didik dan dinamika tingkat pemahaman akan pelajaran yang seringkali menuntut kesabaran. 

Bagi kebanyakan guru, apalagi yang cenderung biasa mengandalkan gawai, alat elektronik, dan hidup serba instan, barangkali akan canggung hingga  putus asa dengan segala keterbatasan demikian. Akan tetapi, manusia seperti apa pun akan beradaptasi, entah cepat atau lambat, selama menemukan tempat dan teman untuk berpikir dan berbagi rasa. 

Di masa kini, seberapa pentingnya kah sebuah surat? Dengan kondisi tren dunia yang dikelilingi dengan pemrograman praktis dan perhubungan didominasi komunikasi dalam jaringan, rasanya kegiatan tulis menulis tangan dan berkirim surat sudah menjadi kelangkaan. Hanya lewat bertukar tanda tangan, biasanya 'kekuatan' tulisan tangan memiliki legitimasi di era serba digital ini. 

Hanya saja, tulisan-tulisan kita yang hari ini didominasi oleh ketikan jari di layar gawai, tidak selalu membuat orang senagai pembaca cepat mengenali karakter sang penulis diluar diksi dan gaya bahasa. Kemajuan teknologi yang telah menjadi rutinitas ini kemudian membuka celah terhadap suatu bencana dalam literasi: mudahnya salin tempel, tulisan miskin kredibilitas,  hingga penulis dengan akun anonim. Bencana ini kemudian tereskalasi tatkala tersebar berita bohong dan pembohongan ilmu pengetahuan. 

Di sisi lain, dunia ketik-mengetik instan membuka terlalu banyak toleransi yang tidak mendidik dalam bersikap. Ketika orang serampangan berkata, penghapus instan di layar gawai siap menjadi pertolongan pertama. Jadilah aib tertutupi dengan cepat, namun tak memberi perubahan banyak dalam kesadaran bersikap. Maka tepatlah bila seorang sastrawan dan esais bernama Ongky Arista UA mencetuskan bahwa dunia tulis-menulis digital tanpa kertas adalah dunia yang gemar mengobral maaf, lupa, dan kealpaan. 

Dunia hitam di atas kertas putih bukanlah zona yang nyaman bagi kebanyakan orang zaman sekarang. Bagi yang terbiasa berkirim informasi dan dokumen lewat jalur jaringan, kemungkinan besar akan frustasi bila didera kewajiban untuk mengerjakan sesuatu mengandalkan keluwesan urat tangan untuk menari di atas pena. Di sisi lain, desain coretan yang dihasilkan lewat urat tangan itu begitu kentara membawa sifat dan kecenderungan sang penulisnya.

 Boleh jadi, kekuatan urat tangan saat menorehkan tanda tangan dan menulis biasa kemungkinan besar berada dalam derajat yang sama meski tak serupa. 
Kekuatan tulisan tangan, sekalipun menghabiskan banyak waktu punya andil besar dalam menyampaikan pemikiran penulisnya hingga menembus dimensi emosi pembaca. Inilah beberapa esensi yang tertanam dalam film teachers diary ini. 

Kekuatan diari yang kini sudah menjadi remah di hadapan segala macam wadah menulis praktis (blog, media sosial), nyatanya memiliki daya ikat emosional dan spiritual yang mampu membimbing kedua tokoh. Song yang canggung menghadapi perubahan di tempatnya bekerja merasa terbimbing dengan kiprah Ann yang tertuang dalam tulisan diari. Ann sendiri pun ikut tergugah dengan usaha Song membimbing anak didik untuk memahami sebuah rumus matematika, bukan sekedar menulis teori lalu mengejar skor dari tes harian. 

Kekuatan dari teacher diary ini memang pada diarinya. Terlepas dari genre film ini adalah drama roman, esensi pendidikan yang bisa tumbuh dalam keterbatasan melalui pendekatan yang fleksibel dan autentisitas kekuatan tangan merupakan sisi inspirasi yang patut dikutip dan diresapi. Serta, bagaimana jarak bisa ditaklukkan melalui keinginan memahami tulisan yang terpaut waktu. 

Terkait dengan bumbu asmara yang tumbuh antara Song dan Ann, alangkah baiknya bila dirasakan saat menonton sendiri. Barangkali, bila bercerita terlalu jauh, takutnya para pembaca tak lagi merasakan riuh rendah emosi saat momen bertukar surat. 

Akhir kata, berikut kutipan berharga dari film ini: 
Bahwa merindukan seseorang yang jauh disana dapat membuatmu bahagia dengan cara yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya – Pak Song, The Teacher’s Diary


2 komentar:

  Tembakan Salvo di Ujung Senja - Briantono Muhammad Raharjo-   1948, Jember   "Mbak Rukmini, kenapa sekarang Bapak hanya jad...