Kamis, 21 November 2019

Niche Blog: Laskar itu Kembali Diusung

PENDAHULUAN: KETIKA MINAT ITU TUMBUH

Saya masih ingat bagaimana besarnya minat untuk bisa masuk ke jurusan teknik lingkungan. Tepat setelah psikolog menyatakan bahwa saya bisa masuk dan lulus jurusan apa saja asal rajin membaca, mulailah sekian banyak referensi jurusan diulas. Sempat Mama membujukku untuk mendaftar jurusan dokter, hingga membuat diri bertekad untuk dapat nilai SNMPTN sempurna dalam kurun waktu empat puluh minggu. Nyatanya, setelah dua bulan mengikuti bimbingan belajar, saya merubah minat untuk masuk jurusan teknik lingkungan.

Ayah, yang biasa saya panggil Bapak, mempertanyakan perihal dasar berubahnya minat. Saya ikrarkan dengan pelan namun impromptu saat itu, tentang alasan mendasarnya:

"Jikalau menjadi dokter, saya harus siaga dalam mengobati pasien satu-per satu. Kalau saya menekuni teknik lingkungan, mungkin instalasi yang menjaga kesehatan ribuan orang bisa terbangun."

Bapak tak serta-merta menganggap serius sebuah ikrar yang diucapkan putra remaja tanggungnya. Hati beliau mulai luluh saat teman-temannya bercerita tentang isu pemanasan global, berkurangnya pangan, energi, serta air. Akhirnya, Bapak memberikan restu untuk mendaftar di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB saat mengikuti ujian saringan masuk. Saya baru resmi menjadi mahasiswa FTSL per tanggal 31 Juli 2008, tepat setelah menjalani program kemitraan ITB selama hampir tujuh minggu.

Kalau saya boleh lebih terus terang, alasan utama memberanikan diri masuk teknik lingkungan, tak lain karena sosok kakek. Kakek, yang biasa saya sapa sebagai Eyang, merupakan seorang insinyur sipil yang berperan besar dalam berdirinya Perumtel. Beliau juga merupakan saksi sejarah bagaimana berpisahnya Perumtel menjadi PT. Pos dan PT. Telkom. Selain tentang profesi, acapkali saya terkenang bagaimana akrabnya Eyang dengan keluarga dan kolega. Eyang tegas, namun begitu supel dan siap merangkul orang dengan pandangan berbeda.

Di titik seperti itu, saya merasa bahwa menjadi mahasiswa jurusan rekayasa seperti kembali menemukan genetika yang menyusun tubuh. 


....DAN BERGELUT DENGAN TUGAS HINGGA TUNTAS TELAH JADI RUTINITAS

Menjadi mahasiswa di jurusan yang diminati, tak serta merta menuai prestasi. Beberapa kali pernah nasib dua koma, bolos, dan pernah bermasalah dengan dosen. Ada saja mata kuliah yang tak bisa bernilai sempurna meski sudah berusaha, dan adapula sikap dosen yang tak bisa diteladani. Meski demikian, jurusan teknik lingkungan selalu bermakna petualangan berharga bagi saya. 

Saya masih ingat bagaimana rusuhnya hari Rabu, supaya bisa kelar laporan sebelum praktikum hari Kamis. Belum lagi tugas membuat tabel hitungan dan desain untuk jadi dasar rancang bangun. Ada pula kewajiban blogging menjadi tugas pengisi mata kuliah udara. Di akhir perkuliahan reguler, nyatanya tak semua ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang bisa langsung dihitung. Analisa mengenai dampak lingkungan adalah salah satu mata kuliah yang penting dalam menduga risiko rancangan kegiatan dan instalasi, yang mana pendekatannya cenderung memakai perhitungan fiktif yang bisa dinalar. 

Kendati demikian, saya akhirnya memuluskan prestasi di lima semester terakhir sebelum lulus. Poin A tercetak untuk kerja praktek dan tugas akhir, seakan jadi sinyal berjodoh dengan jurusan ini. Seusai toga bersemat, falsafah teknik lingkungan seakan menjadi suatu bekal ideologi yang saya usung dalam menjawab tantangan dunia. Jadilah setiap kali melamar kerja, posisi yang saya dambakan antara menjadi analis amdal, perancang pipa, atau perancang keselamatan dan kesehatan kerja. Namun, belum ada lowongan yang berjodoh dengan saya hingga saat itu.  

TERNYATA, TAKDIR BELUM MENGARAH KE SANA.

Hingga akhir 2013 saya tak memiliki mata pencaharian tetap, akhirnya memantapkan diri melalui istikharah. Jadilah menempuh magister menjadi pilihan hasil perenungan. Lantaran seorang senior mengambil manajemen rekayasa industri, saya pun membeo padanya. Mujur, ternyata durasi jurusan ini hanya setahun tanpa tugas akhir. Jadilah saya bisa punya waktu menyusun rencana pernikahan. Maklum, saya termasuk orang yang kebelet nikah di umur dua puluhan. 

Meski jurusan magister lebih terkait industri, saya mengambil dua mata kuliah bernafaskan teknik lingkungan. Adalah desain pemantauan lingkungan dan rekayasa infrastruktur berkelanjutan yang dipilih untuk didalami. Memang jurusan teknik lingkungan tidak terdiri atas pelajaran yang membuat tidur nyaman, tetapi ada kenangan berharga dibalik setiap praktikum dan rancangan yang telah dibuat. Rasanya, meski lelah selalu nikmat untuk diulang, tukas saya yang kadung merasa teknik lingkungan telah menjadi genetika dalam tubuh. 

Dalam desain pemantauan, saya berkewajiban untuk merancang praktikum. Penanggung jawab jurusan hanya menyediakan alat, tetapi desain penelitian harus dirampungkan secara mandiri selama lima minggu. Lantas, berkunjung ke peternakan dookie yang bermuatan limbah pun menjadi petualangan seru demi mencari data-data serta mengkaji dinamikanya. Masih kuingat saat sepatu boat tertahan di lumpur sampai minta bantuan orang. 

Di lain mata kuliah, rekayasa berkelanjutan, setiap hari Rabu saya kembali sibuk. Jikalau di mata kuliah yang lain setiap mahasiswa berkewajiban mengembangkan garis besar topik menjadi detil, tugas rutin mata kuliah ini justru menguji kemampuan merangkum dari sekian banyak detil menjadi satu lembar A4. Tugas mingguan yang dikerjakan biasanya harus merangkum dari belasan artikel berita dan teori, serta menggunakan permodelan berikut dasar-dasarnya. Rasanya, memang kemampuan seperti ini perlu bila berhadapan dengan situasi elevator pitch (bicara dalam waktu singkat untuk suatu tujuan penting) dan promosi jasa. Tak pelak, saya merasa bahwa mata kuliah ini diperlukan untuk bisa membawa isu-isu lingkungan dalam agenda politis. 

Saya kembali lulus, mungkin dengan nilai yang bisa dibilang tak mengecewakan. Ketika kembali melamar kerja, nyatanya ada beberapa halangan cukup strategis yang membuat saya tidak bisa melamar ke perusahaan yang butuh sumber daya untuk pemecahan masalah lingkungan. Saat itu, Bapak menawarkan untuk melamar ke salah satu perusahaan aplikasi transportasi dan perusahaan telekomunikasi. Demi melestarikan rutinitas engineering, saya ambil dua-duanya. Ternyata, saya diterima bekerja di perusahaan telekomunikasi, yang notabene jauh dari isu-isu lingkungan. 

Kendati bagaimanapun, kalau sudah dipercaya, tentu saja harus siap mengemban risikonya.



"NICHE" DIGAUNGKAN, NAMUN HARUS CARI ARTI SENDIRI

Di perusahaan telekomunikasi tempat bekerja, surat keputusan pengangkatan pegawai menjadi bagian analis perencanaan perusahaan saya genggam. Tak kurang dari dua setengah tahun, yang saya kerjakan adalah analisa bisnis makro. Tiba-tiba, organisasi kantor berubah. Jadilah fungsi bekerja saya mengalami penambahan, semula hanya merancang kajian makro, kini harus turut merampungkan perencanaan bisnis. 

Karena dinamika ini menuntut kesigapan yang lumayan, tentu saya sering meminta arahan. Namun atasan saya pun kadang bingung harus bagaimana, sehingga beliau menyimpulkan bahwa "niche" market harus disasar untuk keberhasilan rancangan bisnis. Saya pun minta bantuan beberapa karyawan senior, mulailah otak ini turut mencerna tentang teori pasar niche alias khusus yang memang tidak bisa langsung dilogikakan dan dihitung secara instan. 

Perlu ada analisa ekor panjang,...
(Mas A, salah satu manajer ahli di kantor)

Beberapa hari ini, saya kembali mendapat susupan materi soal niche blog, terngiang-ngiang kembali akan kerumitan adaptasi 2018. Untungnya, saat itu sang manajer ahli ditugaskan membimbing saya sehingga punya bantuan dalam berpikir. Memang niche adalah soal segmentasi, berikut bagaimana mengikat daya tarik dengan segmen-segmen tersebut. 

Sejujurnya, hati saya kadang berteriak ingin melepas diri dari kerjaan yang dilimpahkan sementara kemampuan belum memadai. Serta ingin beristirahat sejenak dari memahami pergerakan perusahaan yang kadang sulit dinalar. Di saat itu, saya rindu membahas isu-isu keberlangsungan umat manusia dan lingkungan diantara riuh-rendah pembahasan mengenai inovasi teknologi dan kesiapan berlari dalam dunia digital. 

Fokus kecepatan perangkat manusia memang selalu bertumbuh. Namun kekuatan alam punya dinamika yang lebih tak terduga. Saya rindu membahas bagaimana manusia bisa menanggapi dinamika alam. 


     Permodelan 6 fondasi, dimana lingkungan mengemban peran penting secara sistemik dalam pembangunan

KEBERLANGSUNGAN BUKAN HANYA SEKEDAR ALAM, TETAPI JUGA PERANGKAT PENDUKUNGNYA

Menjaga keberlangsungan alam rasamya tak sekadar menambah ilmu mengenai alam, tetapi juga mengenali apa saja kegiatan manusia ataupun substansi yang berpengaruh bagi alam maupun mengenali gejala alam yang berpengaruh bagi manusia. Eksplorasi pembahasan kemungkinan besar juga akan terkait tentang kadar emisi, permodelan kegiatan ekologis, hingga analisa timbal balik perilaku manusia terhadap alam. 

Berangkat dari kebutuhan ini, maka membuka pembahasan mengenai transportasi, senjata, hingga tragedi alam. Perkuliahan di jurusan sarjanaku pun turut menitik beratkan pada sejarah. Antara fenomena alam dengan perjalanan evolusi makhluk hidup yang dipengaruhinya tidak lain diikat oleh sejarah morfologi maupun fisiologi. Dengan demikian, kemungkinan blog ini turut mengulas transportasi, senjata, dan kendaraan militer yang punya dampak bagi lingkungan. 

Adapun keputusan manusia dalam mempertahankan kekayaan alam beserta keseimbangan alam, tak lepas dari oeran militer. Saya merasa bahwa sebagai warga negara yang baik, meninjau ulang peran militer dalam mempertahankan keseimbangan lingkungan suatu negara adalah suatu keharusan. Selain terkait transportasi dan senjata, akan saya ulas pula bagaimana gerilya pasukan 

MENGABADIKAN KEBERLANGSUNGAN MELALUI BERBAGAI MEDIA

Selain gejala alam, siklus kimia, transportasi, pojok militer, dan gerilya sejarah lingkungan hidup, saya memutuskan untuk menghadirkan kolom figur. Semua orang butuh teladan dalam berbuat: maka tepat rasanya bila sosok tokoh dunia dan inspiratif menjadi pengisi narasi yang akan saya promosikan dalam blog ini. 

Minat belajar saya dalam dunia akademis turut melibatkan penalaran dan refleksi terhadap manuver-manuver serta sikap dari para teladan dunia ini. Saya ingat bahwa kecintaan terhadap teknik lingkungan tak lepas dari proses meneladani pemikiran John Snow dan Joseph Bazalgatte, dokter epidemis dan insinyur yang telah sukses mengubah wajah London yang muram menjadi pusat peradaban. Besar harapan saya, bahwa dengan menghadirkan narasi refleksi, dapat menyuntikkan dan menyuburkan inspirasi bagi pembaca maupun penyusun. Sebagaimana bung Karno, sang Bapak Proklamator tekankan, bahwa besarnya sebuah bangsa tak lepas dari figur-figur yang membangun sejarah. 

Semoga kita semua bisa membangun sejarah baru, dengan cara-cara positif, konstitusional, mengedepankan penalaran ilmiah, serta empati dengan asupan refleksi terhadap perjuangan dan sikap para figur. Mudah-mudahan, blog ini bisa menjadi titik awal bagi saya untuk menemukan unsur dan fondasi peradaban manusia yang berkelanjutan. 

MAKA, INILAH LASKAR YANG SIAP KUBAWA....

"Sustainability"

"Sustainability"

Demikian nilai pamungkas yang telah dicanangkan dalam konvensi Jenewa yang diprakarsi oleh PBB. Blog yang sedang saya susun ini mungkin tak akan selalu spesifik pada satu segmen mengenai lingkungan. Setiap anasir yang menyusun kehidupan saling terhubung satu sama lain, membentuk sebuah ekosistem. Demikian pula bagaimana perilaku kita dengan alam, perangkat keamanan dan pertahanan kita membangun keberlangsungan, serta tentang manusia yang patut diteladani dalam membangun keberlangsungan hidup yang seimbang. 

Maka, perkenankan saya mengangkat laskar ini, sebagai fondasi mungil peradaban, dan untuk menjadi potret pengembangan-pengembangan potensial dalam menjaga keseimbangan alam dan manusia. Saya dan anda mungkin tak berpikir sama, tetapi marilah kita berpikir bersama untuk merumuskan titik temu keberlangsungan bumi dan umat manusia. 


....SEMOGA PERJALANAN  KITA TERUS MENGUKIR CITA DAN POTENSIYANG TERPENDAM

#tantangan1
#nonfiksiODOP
#Ecology
#figure
#military
#transport
#geloraminatsarjana




13 komentar:

  1. Isu tentang keberlangsungan bumi ini tema yang berat. Aku di sekolah masih berkutat isu tentang anak yang malas belajar di kelas. Keren bahasannya^^

    BalasHapus
  2. Tulisannya panjang ya, dan intinya. Niche blog mu itu apa Mas? Hehe

    BalasHapus
  3. 😔 menjaga kelangsungan lingkungan yang seimbang, ya ... Misi yg berat.

    BalasHapus
  4. Pilihan niche blog yang masih jarang utk diangkat nih, lanjutkan 😊👍

    BalasHapus
  5. Jadi ingat mata Kuliah Pengetahuan Lingkungan dan Ekologi ðŸĪŠ
    Lanjuuut Bri, ditunggu tulisan-tulisannya.

    BalasHapus
  6. Tulisanmu selalu keren mas, dan aku iri.
    Aku dulu begitu menginginkan punya kesempatan kuliah di kampus negeri. Aku ingin belajar bhs.inggris atau biologi seperti minatku. Tapi keluargaku tak sanggup membiayai sedang jamanku, blm ada program bidik misi atau sejenisnya di sekolah. Sekolahku pelosok dan pihak sekolah blm membuka info banyak ttg kesempatan sekolah negeri dg beasiswa. Dan baru terbuka di adik kelasku.

    Sampai sekarangpun keinginanku untuk belajar tak pernah surut. Meski umurku sudah uzur.

    Aku ibg5in diberi kesempatan Tuhan untuk pergi keliling dunia menjajaki sejarah dunia.

    Ish, jadi curcol. Maaf...kebawa perasaan.

    But...hidupmu beruntung Mas Bri

    BalasHapus
  7. Kamu harus masuk Group Sahabat Bumi mas, mereka getol sekali dg sustainable living. Pengolahan samoah, pengolahan pangan, kemandirian, urban farming. Mau?? Kalau mau tak usulkan admin untuk memasukkanmu

    BalasHapus
  8. Kamu harus masuk Group Sahabat Bumi mas, mereka getol sekali dg sustainable living. Pengolahan samoah, pengolahan pangan, kemandirian, urban farming. Mau?? Kalau mau tak usulkan admin untuk memasukkanmu

    BalasHapus
  9. Tulisannya menarik dan niche yang di pilih juga berbeda. Sukses terus.

    BalasHapus
  10. "Merubah" atau "mengubah", Mas? Terus untuk penulisan PT. Pos, huruf "t" nya sepertinya harus kapital

    BalasHapus
  11. Mba yoha: setiap oramg punya arah berpikir yang berbeda. Mungkin yang saya pikirkan terlampau jauh dan berat. Tapi di dunia yang jadi olimpiade adalah angkat berat, bukan angkat ringan. Wkwkwk

    Ayah jesi: saya menjurus soal lingkungan, kimi, militer, figur, dan film. Setiap tahun mungkin proporsinya dinamis.

    Nio: misi yqng berat pasti tercacah menjadi misi-misi singkat yang berjarak pendek.

    Mas eko: matur nuwun mas. Mas juga apik tenan.

    Nyitt: mudah2an ga menyulitkan untuk dicerna. Sayangnya aku orang yang nakal dengan bahasa yang aneh3. Wkwkwk

    Jihan: oh selalu ada waktu untuk mengenang kuliah. Siap tancap gas

    Yulia: thank you. Kikira kita semua punya ksempatan yang majemuk. Kalaupun kesempatan itu tak ada, kita ciptakan sendiri. Baru aku gabung di ig sahabat bumi.

    Allsharing: sukses juga buat anda....

    Renita: thanks, i will keep improving as much as i can.

    BalasHapus

  Tembakan Salvo di Ujung Senja - Briantono Muhammad Raharjo-   1948, Jember   "Mbak Rukmini, kenapa sekarang Bapak hanya jad...