Kita harus mengantri cukup lama saat itu, lantaran dokter jaga sedang cukup repot menangani 3 pasien yang lain. Setelah berlalu 1 jam, Dokter Amru tiba, lalu memeriksa 'tempatmu berdiam'. Saya tercengang, rambutmu begitu lebat dan hitam. Dokter Amru kemudian berpesan, bahwa jika kamu tidak segera pindah sendiri, beliau terpaksa harus membuka 'pintu rumah'-mu lewat sayatan pisau. Saya dan Mami tidak mau hal seperti itu, maka Mami kembali menjalankan jurus-jurus senam supaya kamu bisa bergerak.
Saat itu, saya sudah siaga. Takutnya setelah hari itu kamu bersiap untuk membuka pintumu, bisa jadi karena sudah hampir 300 hari kamu berdiam di dalamnya. Benar saja, setengah 3 pagi hari Senin kulihat Mami sulit untuk tidur. Mulas mulai agak tidak tertahankan. Saya menduga kamu sedang mengetuk pintu dengan cara halus.
Saya masih sempat pergi ke kantor hingga setengah 4 sore. Entah apa yang kamu lakukan di dalam sana. Yang saya ingat, nama Argenta kelak akan menjadi nama pertamamu, mengiringi 3 nama lain yang sudah ditetapkan semenjak dirimu telah menetap 120 hari di dalam tubuh Mami.
Mungkin, kamu bertanya, atas dasar apa saya mencetuskan Argenta? Saya ingat pernah berjibaku dengan rumus kimia, menonton serial kartun kepahlawanan, lalu menghafal nama logam. Saya kira, nama Argenta takkan terlalu berat untuk dirimu emban sebagai doa kami seumur hidup. Meminta kepada-Nya supaya keteguhan hati dan pikiranmu lebih perkasa dari logam, agar imanmu lebih tajam melebihi besi yang ditempa, hingga nuranimu bercahaya lebih memukau dari perak-perak yang mengkilat.
Setelah malam tiba, tanda tangan saya telah terbubuh di surat keputusan dokter. Supaya kamu lebih mudah membuka pintumu. Berat rasanya untuk merelakan Mami harus tertatih beberapa Minggu sebelum kamu bisa digenggamnya dengan bebas. Tetapi air dalam rumahmu semakin menipis, begitu kata Dokter Amru. Tak ada pilihan lain, selain membuka pintu rumahmu dengan sayatan pisau.
Tanggal 20 Agustus 2018 pukul 21.39 WIB, engkau resmi menjejakkan kakimu di dunia ini. Saya tergugah, sulit lepas kendali, hingga mengadzankanmu dengan volume stereo. Para dokter yang membukakan pintu untukmu mengira adzan Shubuh sudah tiba. Dasar memang saya orang yang emosional, Argenta. Mungkin, saat itu sulit kucari kosakata terbaik untuk melukiskan perasaan saat menyambutmu hadir ke dunia.
Puluhan purnama sudah berlalu sejak saat itu. Kini engkau sanggup melangkah dengan kedua kakimu, terkadang tanpa tuntunan tangan. Tak mengapa bila lidahmu hanya bisa berucap "Ma..ma,..A,...bah...", karena memang manusia terus berproses. Saya dan Mami akan terus mengawal dan membekalimu segala macam tentang dunia ini.
Pintaku, Argenta Qianu Muqsith Fatahillah, semoga engkau bisa memboyong kami ke pintu surga-Nya.
(Jakarta, 30 September 2019)
Ganteng anaknya, bagus menuturkan ceritanya, pengalaman melahirkan CS bisa dituturkan dg cara santai. Apik Bung!
BalasHapusMatur nuwun mbak nis. Selalu ada cara unik menjabarkan hal-hal besar yang ada di sekitar kita.
BalasHapusPenuturannya unik. Seolah emang tiap hal itu punya cerita sendiri. Thanks
BalasHapusIni namanya anak emas hehe
BalasHapusMba yoha : Ya memang setiap cerita ada unsur menariknya yang membuat renyah untuk dikenang kembali.
BalasHapusAysafitri: ...dan emas pun juga akan ditempa. Wkwkwkwk.
Penuh perjuangan😍 salam buat Dede Argenta (nama lengkapnya puanjang😅)🙏
BalasHapusYeay, akhirnya menulis dengan gaya tak biasanya.
BalasHapusSalam cubit gemes buat Dedek Argenta
Bicara tentang buah hati memang tdk akn kehabisan tema, aku suka ini.
BalasHapusMbacanya ikut merasakan juga, secara baru berapa bulan melahirkan 😁
BalasHapusSelain fokus ke si Adek, Edel fokus ke gambar di belakang, Abang tuh🤭
BalasHapusFoto2nya mengalihkan duniaku 😁🙏 eh. Babang yg di belakang itu lho
BalasHapusTulisan kali ini kok agak beda dari yang sebelumnya-sebelumnya ya?
BalasHapus