Sebenarnya, lewat tulisan kali ini saya tidak ingin mempromosikan earplug sebagai sebuah keharusan. Akan tetapi, kadang kita sulit untuk menghitung kebisingan-kebisingan yang kadang tidak terhindari dan sulit dimaafkan. Kebisingan itu tak hanya ada di jalan raya, jalan tol, pembangkit listrik, bahkan tempatmu bekerja kantoran adem di atas meja pun ada meskipun sedang tidak ada proyek.
Tepat pada hari Maulid Nabi SAW, kantor saya
Beberapa bulan kemudian, saya ditempatkan di lantai 12 sebuah kantor Jakarta, tanpa balkon dalam terbuka. Semua tersekat oleh lift 6 bilik. Tentu, para pembaca mungkin berasumsi : "Ah bri, sudah cukup tenang kayaknya di sana." Tapi pada suatu ketika, kenyataan berkata lain: bising harus tetap bertamu. Tepat pada suatu pagi, ayah menyuruh saya segera ke kantor sebelum pukul 7 pagi.
Saya tidak mengerti mengapa sarapan pagi itu harus dikebut. Ternyata pada jam 8 pagi, para supir taksi mengadakan demonstrasi menolak transportasi dalam jaringan (online). Saya bukan orang yang membenci demonstrasi, selama memang dipicu oleh suatu kekecewaan yang diamini bersama. Tapi saya tidak pernah setuju dengan ajakan demonstrasi yang memaksa, hingga solidaritas dibentuk melalui kekerasan. Saya pada saat itu terperangah, melihat ulah beberapa pendemo berseragam yang mencegat teman mereka satu perusahaan yang sedang membawa penumpang. Penumpangnya pun dipaksa keluar tanpa ada kompensasi.
Sepertinya, earplug bukan hanya dibutuhkan untuk melindungi telinga dari bising luar. Tetapi juga dari bisikan setan terkutuk. Sebagai ikhtiar pelengkap doa "audzubillahiminasyaitannirrajiim" yang berulang-ulang kita panjatkan di sela-sela waktu.
Bukannya konflik semakin kelar, para supir pendemo pun terjebak perkelahian dengan para supir ojek online yang saling bersekutu. Duh, mengapa jadi ajang turnamen begini sih? Kemudian saya menyesal, mengapa hari itu tidak membawa penutup telinga? Jadilah arena perkelahian di jalan raya hari itu membuat saya berandai-andai: "Gimana ya perasaan orang yang kantornya punya gelanggang olahraga atau dojo di lantai dasarnya? Pasti setiap hari ribut adu suporter atau penuh dengan yel-yel yang menggema sepanjang hari."
2 tahun kemudian, tepatnya 2017, di kantor baru tempat diangkat jadi pegawai tetap saya bertemu dengan seorang manager. Menurut penuturan bawahan dan koleganya, manager ini bekerja cukup serius dan jarang terlihat mangkir ataupun keluar kantor begitu lama.
"Di antara karyawan atau manager lain, kami sering kagum lihat Mas A bisa tahan memantau laptop dan mengetik berjam-jam tanpa bolak-balik ke belakang atau sekedar ngaso minum kopi. "
pengakuan salah satu teman kantor saya yang bekerja di unit perencanaan perusahaan.
Ciri khas manager tersebut sedang khusyuk bekerja, antara lain adalah tentang kebiasaannya memakai headset berwarna kuning, dengan mata menatap tajam seisi layar. Saya penasaran, lagu atau broadcast apa yang dia dengarkan supaya tetap khusyuk?
Di lain waktu, saya mencoba memakai headset besar, tanpa memutar musik ataupun siaran seminar. Meski tidak bisa mendengar jelas sekeliling, beberapa kenikmatan yang bisa dirasakan adalah mendengar getaran dari pantulan suara orang yang sedang mengobrol di sekitar kita. Selain itu, memasang earplug memungkinkan untuk mendengar suara jantung dan organ tubuh yang sedang bergerak. Bukan tidak mungkin, di suatu kesempatan kita memakai earplug, ...
....kita mampu mendengar suara hati nurani, dalam kesunyian yang disemarakkan oleh detak jantung yang tidak pernah berhenti bekerja....
#ODOPbatch7
#earplug
#listentoyourheart
#noiseprotection
Yes setuju, bukan hanya kebisingan tapi juga dari pembicaraan-pembicaraan yang tidak layak didengar ππ
BalasHapusπ jaga telinga,
BalasHapusTepat sekali mba. Kadang kalau udah ghibah ga karuan, disitu saya bingung harus menanggapi
BalasHapusHehehe. Kalau sesekali beli bantal besar buat telinga pun ga kalah esensial kok. Wkwkwk
BalasHapusSetujuuu
BalasHapusHai, kak Brianπ ketemu lagi di sini...
BalasHapusTulisan anaknya Kak Ong, memang mantapππ
suka kalimat penutupnya
BalasHapusTarik nafas dalam2 ... Huft, seakan hidup d negara antah berantah
BalasHapusDengarkan yg baik2 sja hehe
BalasHapusSiri gachi: siplah. Kalau ada selera yang tidak sesuai kembali ke pribadi masing-masing
BalasHapusMila: hahaha, titip salam buat dia. Udah lama ga ngobrol langsung.
Dwi: alhamdulillah. Ya bisa jadi antisipasi denyut sebelum beli smartwatch.
Lilis: ya semoga nafas kembali tetap normal. Wkwkwkkw
Aysafitri: sembari tetap kita menguatkan diri untuk menerima yang pahit-pahit
Tapi sesekali tetap buka telinga buka mata ya, Bro. Biar tahu keadaan sekitar
BalasHapusmudah-mudahan bisa seimbang. Kebetulan lagi buka telinga untuk meresume segenap argumen di ILC tadi malam.
BalasHapus