Rabu, 01 April 2020
Celah Atap
Celah Atap
M.Seftia Permana
Lampu-lampu rumah di kaki gunung, akan mati terbunuh pagi
Garis jingga di balik awan, seperti belati yang menikam
cahaya lampur-lampu rumah di kaki gunung.
Jerit sepi kamar-kamar yang terkapr, terdengar hingga ke selasar.
Sangat sepi.
Lampu-lampu mati, ditinggal Pak Tani pergi ke Ladang.
Hanya bunyi tonggeret dan sesekali angin menyusuri dengan
hati-hati sebagian dinding dan tiang yang mulai melapuk
Sepi sang Pembunuh bisa menjadi Sunyi yang hangat..
Atap rumah menengadahkan wajah pada Langit Plontos pukul 7
Ia yang mengisi setiap celah-celah atap.
Mengusir ruang hitam, memberi warna dan bentuk.
Terus bergerak hingga langit kembali jingga.
Pak Tani kembali pulang dari ladang saat senja,
kemudian menyalakan lampu-lampu.
di esetiap ruang, kamar, hingga selasar.
Sunyi sepi bukanlah ruang ketakuan,
ia hadir unutk mengisi lukisan-lukisan
di setiap celah-celah atap, yang tampak meratap.
Gubuk beratap daun rumbia
Berdiri di ujung talut menghadap laut.
Ia, yang menjadi peraduan.
Saut peluh resap membasahi tubuh.
(M. Seftia Permana, 2016)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
BERAWAL DARI PERAN AYAH, BERTUMPU DARI SIKAP AYAH
Assalamu alaikum, saudara-saudari. 19 Juli 2024 merupakan hari Jumat isitimewa kala saya memperdengarkan suatu tema mencengangkan Ceramah ...
-
Akses terhadap informasi yang semakin melaju, berkat dukungan internet, membuat masyarakat semakin mudah menelusuri komunitas dan sarana u...
-
Destiny is calling you, passing through your edge of heart We're not a loss anymore, and look up your future And surely, we'll uni...
-
Tak kurang dari dua puluh empat jam, jumlah durasi hari yang kita jalani. Sebagian besar kita habiskan di rumah, lalu sekitar dua puluh hing...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar