#NAD Belajar
Rabu, 16 September 2020
Dipta Sang Jari Mahir Tanpa Gitar
Senin, 10 Agustus 2020
Betulkah Populasi Membawa Bencana?
Pada tahun 2016, tatkala presiden Erdogan mencegah KB berlaku di negaranya, sebagian besar orang melongo seperti melihat duren 5 ton jatuh dari Menara Eiffel jebol hingga ke dasar tanah.
Mereka bertanya : "How Comeee? " "Bukannya banyak anak banyak masalah??? "
Eits tunggu dulu, coba pikir lagi sejenak, mari aku mulai dengan pertanyaan:
"Benarkah populasi adalah sebuah bencana?? "
"Ya".begitulah kata sebagiann orang, terutama mereka orang yang ingin karirnya melejit, tanpa harus gangguan 'anak-anak' . Mereka pun berujar: "kalau kita masih muda mah puaskan karir dan sekolah , nanti baru ngurus anak". Pendapat ini tidak sepenuhnya salah ataupun benar. Tidak sepenuhnya salah karena memang masa muda adalah saatnya menuntaskan banyak agenda dan rencana, tanpa interupsi prioritas. Tapi tidak sepenuhnya benar karena teman-teman semasa karir, kuliah, sekolah, selain keluargamu pada akhirnya hanya berduka sesaat- pada kebanyakan kasus-, sedangkan keluargamu kemungkinan besar berduka selamanya bila kita tiada Begitulah pesan wakil direktur di perusahaan saya kemarin pada saat awal presentasi.
Tapi jika memang populasi adalah sebuah bencana layaknya tsunami yang menggerus lahan daratan dan pertanian, berarti bisa jadi (naudzubillah) orang otomatis terlahir membawa nafsu serakah...haahahhaa . Hanya saja, mungkin betul parenting itu sulit, lalu yang kemudian membuatnya tambah sulit adalah,.."ketika harus membesarkan anak sesuai dengan ekspektasi kebanyakan orang".
"Kok kau lancang bicara demikian, hai briantono sembrono!!"
Ini murni adalah pemikiran yang berawal dari sebuah celetukan paman saya: "Pada zaman dahulu, ketika orang punya anak anak , tidak semuanya masuk sekolahan, ada sebagian jadi petani".
Kebetulan, saat itu paman saya lagi giat berkebun. Dari titik itulah naluri saya tergetar. Tersadarlah bahwa kebanyakan orang yang -terutama mampu-, mau tidak mau mengikuti standar kehidupan yang seperti sudah saklek kayak tiang listrik yang suka nyetrum mendadak : playgroup-tk-sd-smp-sma-s1-s2-s3-es teler.-kerja-nikah-karir-...Ups sengaja salah ketik,...maksud saya biar pembaca bisa ketawa garing dikit melihat paragraf saya yang cukup bikin mata jereng ini. Atau malah terlalu hambar untuk sebuah lelucon?
Di simak dari berbagai penelitian dan fakta di dunia, terutama Indonesia: sebagian motivator, sebagian pengusaha sukses, CEO bahkan mereka yang menjadi sumber rujukan kita dalam bahan kuliah, adalah orang-orang yang tidak mengenyam pendidikan formal hingga tuntas, tidak merasakan S2, S1, bahkan SMP, SD. Tengoklah Thomas A. Edison, Ippho Santosa, Bill Gates, dsb Bukan hanya itu, Pak Karno Bapak Bangsa kita saja pun malah berkarir di luar jurusan saat telah lulus dari Teknik Sipil.
Maka, apakah hidup hanya perkara sekolah? Big No!
Siklus gaya hidup kebanyakan orang, terutama di Indonesia, hari ini sangat dipengaruhi gengsi cap jahe meregehese, Mendorong tiap orang harus punya rumah mobil, resepsi luxury dengan adat segudang untuk acara nikahan , tujuh bulanan, hari anniversary untuk pernikahan. dan harus naik karir abret. Tapi kalau ditanya alasan kenapa diselenggarakan seperti itu, mungkin kebanyakan akan menjawab karena takut dicemooh tetangga sebagai alasan utama, ataupun soal menghargai teman sejawat dan saudara. Hahaha, padahal kalau mau sukses hari ini, cobalah kerja halal apa saja, dan siap gagal dalam berteman dan berbisnis dengan berbagai kalangan, tak perlu lagi nunggu dipanggil "kantor bergengsi" saja untuk dapat gaji 10 Ju ta rupiah.
Lalu patut kita ingat, menurut sabda Rene Suhardono, karir tak hanya di kantor, tapi juga soal parenting dan membina hubungan birrul wallidain. Ada mantan karyawan, ada mantan istri, ada mantan suami, dan ada mantan pacar-yang cukup lazim-,..tapi tidak akan ada, tidak akan ada,....mantan ayah, mantan ibu, mantan anak, dan mantan kelapa,..adanya santan kelapa....:v
Tapi lagi-lagi, ada saja orang yang mendobrak status quo seperti ini, tengoklah Alvin dan Larissa, dan juga teman-teman saya yang kelar SMA sudah nikah pasca lulus dari gedung sekolah mereka di jalan Belitung dan Sumatra, apakah ada masalah ?? Pastinya ada,..tapi ga berlanjut. Ini lah sebuah keniscayaaan bak cahaya di tengah kegelapan rumah karena pemadaman PLN, bahwa faktor mayoritas membawa masalah kependudukan hari ini adalah "GENGSI DAN TRADISI"..
.Duuuarrrr, langsung beberapa orang mukanya merah padam bak cabe berubeli dari pasar tradisional yang masih segar Mengapa saya tulis kesimpulan seperti ini?... Silakan kita tengok kembali beberapa kota terpadat di Indonesia. Sebut saja Jakarta, sebut pula Bandung, mungkin juga Medan. Percayalah bahwa tak jarang sosial media tentang kota-kota tersebut berisi drama mobil numpuk udah kayak jamaah ngantri sembako, Tepat beberapa waktu lalu, menteri koordinator sempat berujar bahwa kemiskinan terjadi karena yang kurang mampu pada besanan. Apakah ini adalah faktor pendorong kemiskinan? TENTU TIDAKK...jika demikian bayipun harus disalahkan karena polusi udara dan sampah membludak. Hebat kali dia lahir oe-oe langsung bisa pesen mobil di dealer, terus ngerokok, dan buang sampah sembarang.....jajajajajajajajja....
Berapapun biaya yang diberi dalam pekerjaan dan kehidupan kita, akan cukup untuk bisa makan minum, membeli pakaian seadanya, ataupun menyelamatkan kendaraan dari BBM sekarat, berikut bayar listrik. Tapi TIDAK AKAN PERNAH CUKUP untuk memenuhi gaya hidup untuk tambah lemak di restoran, tambah kendaraan untuk 1 orang 1,..memperbanyak tempat usaha yang diluar kontrol, apalagi beli perhiasan diluar mas kawin HANYA DEMI MENYENANGKAN TETANGGA, DAN CITRA. Hari ini, yang paling banyak membawa masalah bukan lagi sekedar kemiskinan, tapi orang-orang berkecukupan bergelimpangan tapi menambah-nambah kekayaan dengan menggusur lahan hidup dan pekerjaan orang miskin. Sialnya, mereka pakai jurus Kill The Messenger supaya modus terlaksana. Kan kesal jadinya.
Minggu, 19 April 2020
Telenovela bernama radikalisme
2. Pengaturan ulang (redistribusi) pers,
3. Lebih terhubung dengan 'pembebasan;
4. Manipulasi 'kebebasan' dan 'hak milik'
Rabu, 01 April 2020
Celah Atap
Celah Atap
M.Seftia Permana
Lampu-lampu rumah di kaki gunung, akan mati terbunuh pagi
Garis jingga di balik awan, seperti belati yang menikam
cahaya lampur-lampu rumah di kaki gunung.
Jerit sepi kamar-kamar yang terkapr, terdengar hingga ke selasar.
Sangat sepi.
Lampu-lampu mati, ditinggal Pak Tani pergi ke Ladang.
Hanya bunyi tonggeret dan sesekali angin menyusuri dengan
hati-hati sebagian dinding dan tiang yang mulai melapuk
Sepi sang Pembunuh bisa menjadi Sunyi yang hangat..
Atap rumah menengadahkan wajah pada Langit Plontos pukul 7
Ia yang mengisi setiap celah-celah atap.
Mengusir ruang hitam, memberi warna dan bentuk.
Terus bergerak hingga langit kembali jingga.
Pak Tani kembali pulang dari ladang saat senja,
kemudian menyalakan lampu-lampu.
di esetiap ruang, kamar, hingga selasar.
Sunyi sepi bukanlah ruang ketakuan,
ia hadir unutk mengisi lukisan-lukisan
di setiap celah-celah atap, yang tampak meratap.
Gubuk beratap daun rumbia
Berdiri di ujung talut menghadap laut.
Ia, yang menjadi peraduan.
Saut peluh resap membasahi tubuh.
(M. Seftia Permana, 2016)
Senin, 30 Maret 2020
Copas: Verifikasi Disinfektan
Jadi mencampur jg blm tentu bagus, bisa jd material aktifnya ga bekerja maksimal.
- Desinfektan dengan kandungan Asam + pemutih pakaian = gas klorin dilepaskan (Level paparan rendah: iritasi membran mukosa, batuk dan masalah pernafasan, mata perih berair, hidung meler. Level paparan tinggi: sakit bagian dada, susah bernafas, muntah, pneumonia, dan timbul cairan pada paru-paru. Level lebih tinggi lagi dapat menyebabkan kematian)
- Desinfektan dengan kandungan Amonia + pemutih pakaian = uap kloramin toksik (batuk, mual, sesak nafas, mata berair, sakit pada dada, iritasi, wheezing/bengek)
Baca langsung saja ke sumbernya klo ga yakin:
https://www.doh.wa.gov/…/H…/Contaminants/BleachMixingDangers
Anda memang akhirnya bisa membunuh kuman dan virus, tapi anda sendiri juga kena akibat bahan yang anda pakai.
1. Pilih salah satu saja. Pake karbol ya karbol aja. Pakai pemutih ya pemutih aja. Pake pembersih lantai, ya pembersih lantai aja.
Begitu pula kayak antiseptik yg udah saya bahas. Alkohol 70% ya alkohol 70%. Dettol/chloroxylenol, ya dettol aja (maaf sebut merek). Propanol ya propanol.
Selama belum paham, ya susah.... pasti ada potensi salah menggunakan, salah penanganan, salah aplikasi (karbol buat cuci sendok makan...what the hell ? Ada yg pake campuran pemutih (natrium hipoklorit/sodium hipoklorit) buat hand sanitizer? Astaghfirullah 😥...trus ada yg liatin foto petugas nyemprot desinfektan ke wajah...seriously, guys... klo seperti itu, I think you are the killer, not the virus).
Tapi adalah hal yang lebih bodoh dari rasa takut, bila karena bahan kimia yg dipakai trus diri lu sendiri atau orang lain malah yang kena akibatnya.
Anda tahu ga, kalau gas klorin atau uap kloramin dari campuran yg anda buat itu terhirup dan mengiritasi membran mukosa saluran pernafasan, itu akan memperburuk situasi? Covid-19 akan lebih mudah menginfeksi. Paham? Membran mukosa saluran pernafasan itu proteksi pertama terhadap kontaminan termasuk mikroba. JANGAN TAMBAH KORBAN LAGI ! Tindakan bodoh anda hanya akan menambah banyak korban !
2. Tidak mencampur bahan kimia berbahan dasar klorin dengan produk atau zat lain secara asal.
3. Mengenakan pakaian atau peralatan sesuai yang diinstruksikan pada produk.
4. Tidak menggunakan klorin di area tertutup tanpa ventilasi udara.
5. Menyimpan produk di tempat yang aman dan tepat serta jauh dari jangkauan anak-anak.
2. Jika penderita muntah dalam posisi berbaring, miringkan kepalanya ke samping untuk mencegah ia tersedak.
3. Apabila penderita tidak responsif, napasnya terhenti, atau tidak bernapas, lakukan prosedur CPR selagi menunggu bantuan medis datang.
Selasa, 24 Maret 2020
Esensi Seorang Teman
Pada awalnya,...saya mengapply buat kuliah magister di sini,...dengna bantuan agen lantaran dari juni hingga desember 2013,.....saya resmi jadi sarjana tanpa kerja tetap,......
"Maybe the group that you form now will not lasts long,..but it remains essential. Guess,...,..I got my job from my friends. Did i ever take the interview? Completely no.....Until now,..I have never been an unemployee,..that's because I have friends that could recommend me to obtain job. "
kira-kira 75 % kepercayaan seorang rekan bisa membawa kita ke karir puncak. Akan tetapi,..tetap semua bergantung pada 'teman seperti apa yang mau kita rangkul dan bagaimana kita merangkulnya?"
Senin, 23 Maret 2020
Memilih Guru Agama
Sabtu, 07 Maret 2020
Makna Kecerdasan-Disadur dari Komunitas Komppak
Senin, 10 Februari 2020
Kumpulan Puisi Muhammad Asqalanie (English by Briantono Raharjo)
By: Muhammad Asqalanie Eneste
(English: Briantono MR)
The rain in your brave heart
has gone wet,...
while the ground reveal its clay,
with shy, blooming the flower,
on the rear garden.
Ribs unite on a cross,
when apple trees fallen,..
perhaps due to the raging gale
within the orgasm of the hail
Once the chest becoming the tree
thou shall begging,...
"shall I grow ripping the sky high?"
right when the rain falls gently,..
but
when the climbers,
bury his own leg,
he shouts a vow,..
hoping there will be rain
no more
"...no more man's rain"
di Febryan 2015
______________________________________________________________________
di planet yang genit ini, aku mematut kaca di kelapa hingga
ke kepalan pekat di lebuh dadaku; tak ada cahaya sempurna,
sedang aku si samar-samar kehilangan cara, bertikaian apa
yang tak terurai definisi.
"aih, terkutuklah ketampanan langit bumi, sejak Yusuf tak lagi
menyebar wangi kasturi" katamu ketemu seorang tamu yang mirip
wajah lelaki dalam kisah Luth.
"maka satu-satunya galaksi di galak diri, adalah tinggi kesaksian
seorang munafik seperti abu jahal" jawaban yang janggal kujagal,
seperti tak mengenal kata penggal.
"bersenggamalah bayang-bayang diri yang hancur setelah
benturan naluri, tak ada big bang setelah dan sebelum eva, tak ada"
kau begitu percaya.
aku begitu percaya.
seperti gelap lorong gereja bagi perempuan bernama Wilma,
selamanya aku si lumpuh yang cerpelai dan takkan mengaku mempelai
tanpa belalai.
"di matamu watu kehilangan keras nawaitu, Asyiah tak membela Fir
yang tenggelam diapungkan waktu, dalam kitab pembelajaran kaum pembaca"
kataku yang entah mengulang katamu.
membereskan kelamin di dalam kelam, berdoa sewangi dan sebulat mempelam,
kelambu adalah jaring laba-laba di liur kaca yang gampang pecah; menjadi
kebenaran OCD
2016
__________________________________________________________________________________________
Muhammad Asqalanie Eneste
Suka belajar ini dan itu. Suka dengan hal-hal unik. Mengajar Kelas Puisi Online (KPO) bersama WR Academy. Ingin keliling dunia dengan prestasi. Pendiri Community Pena Terbang. IG: @muhammadasqalanie
Obsessive Compulsive Disorder-Muhammad Asqalanie Eneste
: Asa Maxwell Thornton Farr Butterfield
(Oleh: Muhammad Asqalanie Eneste)
di planet yang genit ini, aku mematut kaca di kelapa hingga
ke kepalan pekat di lebuh dadaku; tak ada cahaya sempurna,
sedang aku si samar-samar kehilangan cara, bertikaian apa
yang tak terurai definisi.
"aih, terkutuklah ketampanan langit bumi, sejak Yusuf tak lagi
menyebar wangi kasturi" katamu ketemu seorang tamu yang mirip
wajah lelaki dalam kisah Luth.
"maka satu-satunya galaksi di galak diri, adalah tinggi kesaksian
seorang munafik seperti abu jahal" jawaban yang janggal kujagal,
seperti tak mengenal kata penggal.
"bersenggamalah bayang-bayang diri yang hancur setelah
benturan naluri, tak ada big bang setelah dan sebelum eva, tak ada"
kau begitu percaya.
aku begitu percaya.
seperti gelap lorong gereja bagi perempuan bernama Wilma,
selamanya aku si lumpuh yang cerpelai dan takkan mengaku mempelai
tanpa belalai.
"di matamu watu kehilangan keras nawaitu, Asyiah tak membela Fir
yang tenggelam diapungkan waktu, dalam kitab pembelajaran kaum pembaca"
kataku yang entah mengulang katamu.
membereskan kelamin di dalam kelam, berdoa sewangi dan sebulat mempelam,
kelambu adalah jaring laba-laba di liur kaca yang gampang pecah; menjadi
kebenaran OCD
2016
Minggu, 02 Februari 2020
Mengapa Tanggal 25 Itu Masih Kau Ingat?
Ini bukanlah tentang rasa yang harus diulang. Melainkan tentang apa yang masih tersembunyi, setelah tanggal 8 itu.
Aku masih ingat sore hari itu. Dimana kita yang tadinya hanya berjumpa lewat suara dan kata demi kata di media sosial, akhirnya bertatap muka dengan saling tertegun akan wajah masing-masing. Saat itu, aku masih jadi milik seseorang, yang sudah mulai memudar rasa kagum terhadapnya bersama aliran waktu dan rupa-rupa selisih yang membuat risih. Aku yang tak selalu paham terhadap situasi, dengan tanpa rencana kujadikan engkau tempat bersandar. Kata demi kata. Percakapan demi percakapan. Hingga semua hal dari titik paling rahasia dari dasar hati mencapai gendang telingamu.
Setiap kali aku kesal dengan kekasihku saat itu, engkau kerap menjadi pengungsian. Lalu kita pesan tempat duduk favorit di setiap rumah makan setiap kali butuh waktu untuk membuka ruang wacana lebih dalam. Akhirnya, dia pun mengintai namamu, setelah ponsel coklat tua-ku ditelusurinya pada suatu sore, lalu pesan darimu tertangkap sepasang matanya. Puncak dari segala emosi tak terhindarkan, lalu tanpa ragu kuputuskan ikatanku dengannya. Sebenarnya, saat itu dirimu belum punya posisi mentereng dalam hatiku. Aku hanya enggan untuk terus bertahan dalam hubungan yang sudah mulai dinahkodai oleh rasa curiga dan posesif. Di titik ia tega meracau pikiranku dengan tuduhan yang tidak mendasar disaat harus menghadapi ujian akhir semester, akhirnya kuputuskan -meski itu sebuah kebodohan- untuk melenyapkan rasa dengannya.
Aku yang merindukan kebebasan, tak serta merta meminta dirimu untuk melihat diriku untuk jadi sesuatu yang berharga. Karena akupun butuh waktu untuk berpikir ulang dan menata kemana arah mata ini akan melihat hari esok. Maka, selain dirimu, akupun mencoba menelesuri ruang pikiran dan perasaan teman-teman lawan jenisku yang lain. Setelah bergulat dengan bermacam-macam watak, kumantapkan hati bahwa ratusan hari berpikir ulang lalu memutuskan engkau sebagai pilihan berikutnya adalah pilihan tepat. Maka, tanggal 25 di suatu bulan di tahun 2011 , kita pun menjadi sepasang kekasih. Saat itu, aku kembali dikuasai rasa yang sempat menghilang selama puluhan hari, ditelan oleh berbagai agenda dan rencana-rencana lain.
Tiga puluh hari pertama, rasanya kita benar-benar menikmati waktu bersama. Berdua hingga tengah malam pun rasanya bukan hal yang tabu, selama tidak dikuasai hasrat yang meruntuhkan. Tetapi, sedikit demi sedikit, kita merasakan suatu gesekan kecil, tak terlihat mata, tetapi terasa di hati masing-masing. Beberapa kali kau tidak nyaman, saat aku masih sibuk menghadirkan pengalamanku yang lama saat mata kita bertemu. Mungkin, ada banyak hal berbeda antara kita yang baru disadari, karena kita saling membuka lembar baru dalam situasi yang tak serupa.
Suatu hari, engkau berkata tentang sebuah rahasia. Aku penasaran, lalu kudesak dirimu untuk angkat bicara. Sial, mengapa seringkali seorang manusia sulit melupakan masa lalunya saat menilai seseorang yang berbeda? Di suatu malam, akhirnya kau ungkap kata, lalu tertuanglah sebuah kalimat yang menjadi rahasiamu sejak lama. Aku mencoba terima, meski jantungku berdetak bagai menghadapi marathon. Kukuatkan hati, bahwa pikiran dan hati seyogyanya harus bisa lebih terbuka akan segala kemungkinan. Bukankah di tanggal 25 itu sudah kumantapkan hati untuk memberanikan diri kembali?
Suatu masa, setelah ratusan hari kita bersama, kuulang kembali siklus perasaan seperti kekasih yang dulu. Aku jalan dengan yang lain saat masih bersama denganmu. Aku tak lagi merasakan tekanan dari rasa posesif, meskipun adrenalinku masih menyimpan rasa takut akan kejutan yang akan terjadi di hari-hari mendatang. Tapi, teringat tiga patah kata rahasiamu yang terungkap saat sore yang sepi itu, entah kenapa selalu kembali terpikir untuk mencari petualangan baru. Bodohnya diriku. Maka, di suatu siang, kuutarakan bahwa aku mengulang perbuatan yang sama seperti saat awal bertemu. Tak lama, bagaikan api kompor yang disulut minyak, dengan senyum tanpa niat berlebih, aku salah memilih lelucon malam itu. Malam dimana semestinya aku memberikan perhatian dan apresiasi lebih atas kesabaranmu, dan menyadari bahwa diri sendiri pun menyimpan aib yang masih ditutupi Tuhan; hingga terlihat di mata masing-masing kita terlihat sempurna dengan sedikit cela, justru malah menjadi akhir dari kisah yang kita jalani selama ratusan hari. Tepat tanggal 8 jam 9 malam, kamu dan kisah kita berubah wujud menjadi nostalgia.
Sekarang, izinkan membuka beberapa hal yang kututup rapat darimu. Pertama-tama, sekali lagi aku minta maaf atas kebodohanku saat tanggal 8 itu. Mungkin memang tak ada alasan logis untuk sebuah ketakutan dan kebencian, termasuk tentang buluk kudukku yang merinding mendengar tiga patah kata rahasiamu. Rahasiaku yang pertama, tentang ketakutanku, kau tahu? Sebelum aku menyatakan perasaanmu dalam mobil di tanggal 25, sempat seorang kenalanku, seorang lawan jenis yang lebih tua mengakui dirinya melakukan hal asusila lalu kemudian dia bergelagat ingin menjadikanku korban berikutnya. Jadilah aku tak ingin terlalu serius dalam menjalani hubungan dengan siapapun, termasuk dirimu. Sayang, hanya karena ketakutan yang sepele, di malam kau buka rahasiamu, mentalku sudah kalah. Seperti halnya pesepakbola yang enggan menendang karena takut disepak dari arah tak terduga. Tidak, malah lebih buruk. Semestinya, aku berkonsultasi ke psikologi terlebih dahulu sebelum menambah jam petualangan lagi.
Rahasia selanjutnya, sekaligus yang terakhir, karena sisanya masih ingin kusimpan dengan sangat rapat, ingin kuakui bahwa akupun adalah makhluk ekonomi yang oportunis, Menjalani hubungan denganmu, yang terbentang jarak antara kota dan kabupaten, pelan-pelan menguras tabunganku. Di akhir tahun 2011, mesin penyimpan uang hanya menunjukkan lima digit. Suatu pengeluaran yang tak pernah terjadi seumur hidup menjadi makhluk konsumtif, hingga setiap minggu ibuku mulai risih setiap kuminta tambahan uang bensin. Semestinya, kalau hari-hari selama kita bersama kuberanikan diri untuk berjualan kue sus setiap pagi, semestinya memacu kendaraan melewati jalan tol bukan lagi hambatan berarti. Tetapi paradoksnya, mungkin kau bertanya mengapa lagi-lagi kubiarkan hatiku kembali mengembara menuju perhentian yang lain? Maka dengan seksama kujawab, semuanya bermuara pada biaya perjalanan. Selain itu, semua teman yang meminjam uangku hampir tak pernah mengembalikan tepat waktu, sebagaimana janji manis mereka dikala memohon bantuan. Hingga detik ini, aku tak sampai hati membu muka rahasia ini, karena kuingat dirimu yang tak pernah begitu jauh mempermasalahkan biaya. Mungkin gilanya diriku, aku tak ingin malu tampil di hadapanmu sebagai orang tak berpunya.
Waktu berlalu, apa kau ingat saat aku diam dengan lidah tak berkelu saat kau akhiri ikatan kita? Tanpa terasa, saat aku lanjutkan studi ke lain benua, kudengar kabarmu naik ke pelaminan. Dari awal, aku terdiam sambil mendoakan agar kau bahagia selalu. Karena sejak tanggal 8 hari itu, aku sudah terima atas akibat dari kebodohanku. Lalu kau bercerita di wajah media sosialmu, bahwa tanggal 25 sempat menjadi suatu kenangan bagimu. Padahal, sebelum aku datang, orang lain pun sempat torehkan luka di hatimu. Aku tak lagi memiliki rasa, tetapi mengapa kau pilih tanggal itu untuk diabadikan? Hingga hari ini, aku terus bertanya, apa yang membuatku berbeda di matamu? Padahal, mungkin saja aku ada dalam daftar sosok-sosok bodoh yang menambah luka dalam perjalanan hidupmu.
Tak terasa, hari ini masih sempat kupantau dirimu. Putramu sudah melewati masa balitanya, lalu kau menjadi seorang ibu yang terus menjaga seisi rumah dan keluarga. Di sisi lain hatiku, di ruang yang sangat kecil, ada sebuah harapan, mungkin lebih sepele dari kuman yang masuk lewat udara: bahwa putraku dan putramu bisa menjadi sahabat dekat, atau paling tidak menjadi junior dan senior yang saling menghargai. Sebagian rahasiaku telah kuungkap, aku berharap mendapatkan sedikit kelegaan tentang apa yang tak kuungkap pada tanggal 8 itu. Tentunya, dengan masih membawa tanya, -tanpa nostalgia, ataupun rasa yang menguak kembali- tentang tanggal 25 yang kau masih ingat.
Dengan hormat,
Salah seorang yang pernah menyia-nyiakan kesempatan karena rasa takut,
B,M.R
Tanggal 3 Bulan Rahasia Tahun 2020
Kamis, 30 Januari 2020
Manuver Pertama Ustadz Salim Mengabadikan Sejarah yang Terabaikan- Sebuah Resensi 'Sang Pangeran dan Janissary Terakhir"
Cover Depan Novel SPJT |
Cover Belakan |
Judul : Sang Pangeran dan Janissary Terakhir -
Kisah, Kasih, dan Selisih dalam Perang Diponegoro
Penulis : Ustadz Salim.A. Fillah
Tebal : 632 halaman tanpa lembar index
Penerbit : Pro-U-Media
Tahun Terbit : 2019
Penyunting :Irin Hidayat
Pemeriksa Aksara :M. Shiddiq, P
Layouter : Romadhon Hanafi dan Arya Muslim
ISBN-978-623-7490-06-7
Tabik,
Salah satu jamaah masjid kantor yang fakir ilmu,
Briantono Muhammad Raharjo
30 Januari 2020.
#semuabacasangpangeran
#sangpangerandanjanissaryterakhir