▼
Rabu, 01 April 2020
Celah Atap
Celah Atap
M.Seftia Permana
Lampu-lampu rumah di kaki gunung, akan mati terbunuh pagi
Garis jingga di balik awan, seperti belati yang menikam
cahaya lampur-lampu rumah di kaki gunung.
Jerit sepi kamar-kamar yang terkapr, terdengar hingga ke selasar.
Sangat sepi.
Lampu-lampu mati, ditinggal Pak Tani pergi ke Ladang.
Hanya bunyi tonggeret dan sesekali angin menyusuri dengan
hati-hati sebagian dinding dan tiang yang mulai melapuk
Sepi sang Pembunuh bisa menjadi Sunyi yang hangat..
Atap rumah menengadahkan wajah pada Langit Plontos pukul 7
Ia yang mengisi setiap celah-celah atap.
Mengusir ruang hitam, memberi warna dan bentuk.
Terus bergerak hingga langit kembali jingga.
Pak Tani kembali pulang dari ladang saat senja,
kemudian menyalakan lampu-lampu.
di esetiap ruang, kamar, hingga selasar.
Sunyi sepi bukanlah ruang ketakuan,
ia hadir unutk mengisi lukisan-lukisan
di setiap celah-celah atap, yang tampak meratap.
Gubuk beratap daun rumbia
Berdiri di ujung talut menghadap laut.
Ia, yang menjadi peraduan.
Saut peluh resap membasahi tubuh.
(M. Seftia Permana, 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar