"Bri, aku heran deh. Kemarin temanku putus dan miris banget. Selama pacaran dia
padahal ga pernah absen kasih duit dan perhatian yang ga sedikit buat ceweknya. Ceweknya kerja dan dompetnya selalu kosong di akhir bulan. Bahkan ngutang.
Aku jadi ngeri sendiri, Bri. Gimana ya kalau besok tunangan sama cewek
matre?" keluh temanku panjang lebar pada suatu ketika.
Awalnya aku merinding dengan penuturannya: jangan-jangan besok dapat giliran. Tapi mendadak aku ingat sebuah kisah romantis yang pernah kutonton
saat naik pesawat pulang ke Indonesia. Lantas, aku kembali mengajukan tanya
pada temanku itu.
"Kira-kira temanmu itu sering ketemuan dan saling ngobrolin
cita-cita bareng sama yang sekarang jadi mantannya itu?"
"Wah jarang sih. Kan dia pramugari jadi jarang menetap dan
ketemuan lama."
"Ya kalau kuakui, sebenarnya teman kamu beruntung, Med. Sebelum naik pelaminan sudah
tahu sifat asli calon istrinya."
"Ya sih, cuman sayang. Pengorbanan dia buat ceweknya itu udah
banyak."
"Sekarang sih kita ga usah khawatir. Bisa jadi, ada yang sedang
berdoa supaya dijodohkan dengan teman kita itu, lantaran kagum dengan dedikasi
cintanya."
"Pede amat kamu, Bri. Apa jangan-jangan kamu udah lihat siapa yang
naksir teman kita itu?"
"Belum yakin sih. Tapi aku sih percaya orang setia akan berjodoh
dengan orang yang setia juga."
Mungkin memang penuturan asumsi tidak cukup untuk menbuat teman
saya itu lega. Yang saya yakini, sifat mata duitan ada saatnya akan punah
ataupun terkendali.
Kepala saya terngiang-ngiang akan isi film Finding The Mr. Right.
Apakah ini semacam film drama picisan? Di menit pertama memutarnya, memang
demikian prasangka saya menghasut. Namun sekian menit berlalu, saya mulai
tenggelam dalam perwatakan dan perawakan para pemain yang ada dalam film
terbitan tahun 2013 tersebut.
"Bri, apa kamu jangan-jangan dapat wangsit? Kok yakin banget dia
bakal ketemu jodohnya bentar lagi?"
Temanku kembali bertanya memecah lamunanku. Kujawab saja dengan
mengangukkan kepala. "Ya, soalnya baru dapat bisikan rahasia."
"Dari mana?"
"Produser film Asia."
Kami pun berkelakar ringan, lalu berpisah jalan.
Oke, mungkin saatnya mendalami apa yang menjadi lamunan saya soal
film.Finding Mr.Right, demikian tajuk film yang menggugah tersebut. Padahal
kalau sub-title judul Tiongkoknya dieja pelan-pelan, judul asli film ini adalah
:"Dari Shanghai menuju Seattle"
Hanya saja, kalau saya menjadi produser cerita filmnya, judul tersebut
takkan dipastikan takkan tercantum di trailer, iklan, maupun pamflet. Maaf pak
produser, memang lebih memikat menggunakan judul "Finding Mr. Right"
Finding Mr Right: Kesetiaan Menaklukkan Materialistis |
Yang akan kita jumpai dalam film drama 123 menit ini, adalah kisah
mengadu nasib di negeri orang tanpa sertifikasi, yang bermuara pada kisah
asmara yang langgeng. Kendati latarnya mengambil penampakan kota Seattle,
sutradaranya menempatkan film ini selaku wahana perubahan dan pendalaman
konflik asmara antara kedua tokoh utamanya.
Dalam film besutan Xue Xiaolu ini, diceritakan bahwa ada seorang diva
asal Tiongkok hendak mengadu nasib di Amerika dan menemukan ayah dari bayi yang
dikandungnya. Dia yang bernama Jiajia ini kemudian bermukim di asrama khusus
yang menampung ibu hamil.
Lantaran hanya berbekal pede dan modal dengkul, Jiajia tidak siap
dengan segala perubahan dan aturan di Seattle. Mau tidak mau, wanita muda ini
akhirnya banyak bergantung pada supirnya yang
sudah beruban, Frank.
Kepada Frank, Jiajia sering membanggakan calon ayah bayinya yang
konglomerat, yang menjanjikannya hidup bergelimang harta. Frank sendiri
sebenarnya adalah seorang dokter beranak 1, yang sedang diambang perceraian
dengan istrinya. Frank terpaksa menjadi supir, lantaran lisensi praktek di
Amerika terganjal birokrasi dan prosedur yang rumit.
Awalnya Frank harus sering menahan jengkel dan kesal dengan berbagai
tingkah Jiajia yang sembrono dan seenaknya sendiri. Namun, setelah Jiajia
memahami konflik rumah tangga Frank lebih mendalam, tumbuhlah simpati di dalam
hati Jiajia.
Setelah ikut akrab dengan putri Frank yang masih berusia 6 tahun,
lambat laun Jiajia semakin lengket dengan Frank lalu lupa tujuan utamanya
mencari ayah dari bayi yang dikandungnya. Ikatan emosi itu kian kuat terutama
setelah Frank begitu rajin dan telaten mendampingi Jiajia memeriksakan
kandungannya.
Pada suatu ketika, Jiajia mengalami pingsan yang membuatnya harus
segera bersalin. Setelah 3 hari tak sadarkan diri, Jiajia semakin tersentuh
mendapati hanya Frank yang menemaninya hingga siuman.
Hingga pulih, Frank menerima Jiajia untuk tinggal sementara di
rumahnya, sampai Jiajia kembali pada misi utamanya. Tidak lain tidak bukan,
adalah menemukan ayah dari bayinya.
Sekian tahun hidup berdua bersama putrinya, Frank kembali bertemua
Jiajia bersama putra kecilnya di sebuah menara.
Jiajia mengakui bahwa dirinya sudah tak ingin berhubungan dengan ayah
dari putranya, lantaran kasih sayang hangat dari Frank menggugah hatinya.
Demikianlah film tersebut menjadi inspirasi saya. Setelah film itu saya
cerna, rasanya sifat buruk setiap orang akan menemukan penawarnya pada waktu
yang tepat. Karena manusia tak hanya kaya dari materi, namun juga dari arti
kedekatan yang tulus dan membangun. Berangkat dari ketidaksengajaan mencerna
film 2 jam tersebut, saya mencoba belajar untuk sabar dan setia, manakala
menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan dari pasangan maupun orang sekitar
kita.
Sebagaimana luka yang menyergap kita bisa pulih oleh waktu, demikian
pula sifat buruk kita yang kadang mendarah daging.
Ga jadi teacher diary, apa gegara temennya temen yang baru putus? Wkwkk
BalasHapushahahha, besok mba kif. Ini dulu spoilernya..
BalasHapusWaah, jadi ahli naklukin cewek matre ini....kwkw
BalasHapusAku usilin ya mas Bri...
BalasHapusParagraf pembukanya byk serangan AKU dan mas Bri lupa, bbrp kalimat stlh titik tdk ada spasinya....
Isinya, wow...kereeeen