Minggu, 22 September 2019

'Barangsiapa Berinvestasi untuk Penutup Telinga, Sesungguhnya Ia Tidak Pernah Merugi."

Saya tumbuh besar dengan memiliki hobi memukul beduk Inggris. Sebagai konsekuensi, membeli pelindung telinga adalah keharusan, supaya gendang telinga tidak terjajah suspensi bunyi yang tajam menusuk-nusuk. Selain itu, menjaga telinga hingga rambut beruban kulit keriput adalah kunci penting dalam menjaga siklus komunikasi yang baik dalam segala bidang terutama pernikahan.  Di sisi lain, membeli earplug berarti mengamankan gendang telinga saat air dan benda asing nekad bertamu ke telinga pada waktu dan tempat yang salah. 

Ketika saya menapaki masa kerja praktek, earplug dibagikan dengan gratis oleh mentor kerja praktek. Maklum, tempat kerja saya adalah sebuah unit pembangkitan tenaga listrik, dimana setiap hari turbin dan generator berpesta dan bernyanyi. Jangankan saya sebagai anak PKL, manajer pun dibekali dengan earplug untuk menjaga keamanan telinganya.

Sebenarnya, lewat tulisan kali ini saya tidak ingin mempromosikan earplug sebagai sebuah keharusan. Akan tetapi, kadang kita sulit untuk menghitung kebisingan-kebisingan yang kadang tidak terhindari dan sulit dimaafkan.  Kebisingan itu tak hanya ada di jalan raya, jalan tol, pembangkit listrik, bahkan tempatmu bekerja kantoran adem di atas meja pun ada meskipun sedang tidak ada proyek. Termasuk bising temanmu dibelakang yang senang membicarakan keburukanmu. 

Tahun 2015, saya ditempatkan on the job training di kantor cabang Bandung. Dengan penampakan kantor berupa meja-meja bersekat dan ruang merokok, bukankah menurut asumsi kita yang polos, kantor ini penuh 'ketenangan'? Nyatanya tidak, pada suatu ketika bermunculanlah beragam event dan perayaan menyambut maulid Nabi SAW. Ruangan tempat saya bekerja berada dekat balkon utama yang cukup luas, dimana kita bisa terperangah melihat ketinggian   mengamati 6 lantai ke bawah,

Tepat pada hari Maulid Nabi SAW, kantor saya jadi latar sunatan massal  menyemarakkan sunnah Rasul.  Masya Allah, tabarakallah. Maka ketika terdengar jeritan merdu dan isak tangis mellow dari bawah, sungguh saya ingin migrain larut di dalam keharuan hari itu. Teriakan-teriakan lantang itu sungguh memecah gendang telinga  kesunyian yang ada dalam ruang kantor saya, berganti menjadi semangat menyemarakkan hari kelahiran Rasul SAW. Luar biasa :(.

Beberapa bulan kemudian, saya ditempatkan di lantai 12 sebuah kantor Jakarta, tanpa balkon dalam terbuka. Semua tersekat oleh lift 6 bilik. Tentu, para pembaca mungkin berasumsi : "Ah bri, sudah cukup tenang kayaknya di sana." Tapi pada suatu ketika, kenyataan berkata lain: bising harus tetap bertamu. Tepat pada suatu pagi, ayah menyuruh saya segera ke kantor sebelum pukul 7 pagi.

Saya tidak mengerti mengapa sarapan pagi itu harus dikebut. Ternyata pada jam 8 pagi, para supir taksi mengadakan demonstrasi menolak transportasi dalam jaringan (online). Saya bukan orang yang membenci demonstrasi, selama memang dipicu oleh suatu kekecewaan yang diamini bersama. Tapi saya tidak pernah setuju dengan ajakan demonstrasi yang memaksa, hingga solidaritas dibentuk melalui kekerasan. Saya pada saat itu terperangah, melihat ulah beberapa pendemo berseragam yang mencegat teman mereka satu perusahaan yang sedang membawa penumpang. Penumpangnya pun dipaksa keluar tanpa ada kompensasi. 

Sepertinya, earplug bukan hanya dibutuhkan untuk melindungi telinga dari bising luar. Tetapi juga dari bisikan setan terkutuk.  Sebagai  ikhtiar pelengkap doa "audzubillahiminasyaitannirrajiim" yang berulang-ulang kita panjatkan di sela-sela waktu.  

Bukannya konflik semakin kelar, para supir pendemo pun terjebak perkelahian dengan para supir ojek online yang saling bersekutu. Duh, mengapa jadi ajang turnamen begini sih? Kemudian saya menyesal, mengapa hari itu tidak membawa penutup telinga? Jadilah arena perkelahian di jalan raya hari itu membuat saya berandai-andai: "Gimana ya perasaan orang yang kantornya punya gelanggang olahraga atau dojo di lantai dasarnya? Pasti setiap hari ribut adu suporter atau penuh dengan yel-yel yang menggema sepanjang hari."

2 tahun kemudian, tepatnya 2017, di kantor baru tempat diangkat jadi pegawai tetap saya bertemu dengan seorang manager. Menurut penuturan bawahan dan koleganya, manager ini bekerja cukup serius dan jarang terlihat mangkir ataupun keluar kantor begitu lama.

"Di antara karyawan atau manager lain, kami sering kagum lihat Mas A bisa tahan memantau laptop dan mengetik berjam-jam tanpa bolak-balik ke belakang atau sekedar ngaso minum kopi. "
pengakuan salah satu teman kantor saya yang bekerja di unit perencanaan perusahaan.

Ciri khas manager tersebut sedang khusyuk bekerja, antara lain adalah tentang kebiasaannya memakai headset berwarna kuning, dengan mata menatap tajam seisi layar. Saya penasaran, lagu atau broadcast apa yang dia dengarkan supaya tetap khusyuk?

Di lain waktu, saya mencoba memakai headset besar, tanpa memutar musik ataupun siaran seminar.  Meski tidak bisa mendengar jelas sekeliling, beberapa kenikmatan yang bisa dirasakan adalah mendengar getaran dari pantulan suara orang yang sedang mengobrol di sekitar kita. Selain itu, memasang earplug memungkinkan untuk mendengar suara jantung dan organ tubuh yang sedang bergerak.  Bukan tidak mungkin, di suatu kesempatan kita memakai earplug, ...


....kita mampu mendengar suara hati nurani, dalam kesunyian yang disemarakkan oleh detak jantung yang tidak pernah berhenti bekerja....


#ODOPbatch7
#earplug
#listentoyourheart
#noiseprotection





12 komentar:

  1. Yes setuju, bukan hanya kebisingan tapi juga dari pembicaraan-pembicaraan yang tidak layak didengar πŸ™πŸ™

    BalasHapus
  2. Tepat sekali mba. Kadang kalau udah ghibah ga karuan, disitu saya bingung harus menanggapi

    BalasHapus
  3. Hehehe. Kalau sesekali beli bantal besar buat telinga pun ga kalah esensial kok. Wkwkwk

    BalasHapus
  4. Hai, kak BrianπŸ‘‹ ketemu lagi di sini...

    Tulisan anaknya Kak Ong, memang mantapπŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
  5. Tarik nafas dalam2 ... Huft, seakan hidup d negara antah berantah

    BalasHapus
  6. Siri gachi: siplah. Kalau ada selera yang tidak sesuai kembali ke pribadi masing-masing

    Mila: hahaha, titip salam buat dia. Udah lama ga ngobrol langsung.

    Dwi: alhamdulillah. Ya bisa jadi antisipasi denyut sebelum beli smartwatch.

    Lilis: ya semoga nafas kembali tetap normal. Wkwkwkkw

    Aysafitri: sembari tetap kita menguatkan diri untuk menerima yang pahit-pahit

    BalasHapus
  7. Tapi sesekali tetap buka telinga buka mata ya, Bro. Biar tahu keadaan sekitar

    BalasHapus
  8. mudah-mudahan bisa seimbang. Kebetulan lagi buka telinga untuk meresume segenap argumen di ILC tadi malam.

    BalasHapus