Assalamu alaikum, saudara-saudari.
19 Juli 2024 merupakan hari Jumat isitimewa kala saya memperdengarkan suatu tema mencengangkan Ceramah Jum'at yang mengawali ibadah mingguan wajib. "Jadi, di Indonesia ini, kita mendapati dua fakta miris, yang sebetulnya bukan hal baru, tapi berpangkal dari timpangnya peran keluarga", demikian sang Ustadz mengawali ceramahnya. Kontan, ceramah ini mengusir rasa kantuk saya, yang biasanya rutin menghampiri saat tiba waktunya sesi Jum'atan.
"Fakta pertama, didapati di daerah Riau, tepatnya Duri, ada komunitas SD khusus pencinta sesama jenis. Ini miris, belum lagi komunitas ini seolah didukung oleh sebuah buku sesat yang rilis di Jawa Timur, Mewujudkan Cinta Sesama Jenis Dengan Cara Syariah. Untungnya, buku sesat ini sudah dibredel habis-habisan, dengan dikawal oleh kritik dan kecaman dari Ustadz Adian Husaini beserta jajaran UIN SGD. Hanya saja, komunitas facebook yang menggawangi kelompok sesat ini bketielum mengalami penurunan follower yang signifikan. Kalau diperhatikan lebih jauh, isi dari komunitas ini adalah para anak lelaki yang mendefinisikan sifat kemayu sebagai suatu kebaikan buat mereka, sebab peran Ayah mereka yang menampilkan ketidakpedulian dan maskulinitas, justru menjadi penyebab mereka terjerumus demikian. Subhanallah",
Di titik ini saya mulai tertegun,
"Fakta kedua, merujuk dari catatan di pengadilan agama, ada limpahan permintaan pengubahan pasal usia perkawinan. Yang mengajukannya rata-rata dari orangtua yang mendapati putri mereka sudah kadung hamil di rentang usia sebelum 16 tahun. Apa pasalnya, mereka sulit untuk menjaga diri? Rata-rata dari perempuan muda ini. jatuh dalam jebakan love scamming, grooming, soft abduction, yang mana pria-pria penjebak mereka terampil menampilkan diri mereka sebagai pria baik-baik. Bahkan belum lama ini kumparan turut mengulas profil dari gadis-gadis muda yang kehilangan masa depan mereka. salah satu pemicunya, yang harus kita renungkan, bahwa mereka ingin mencari sosok pria panutan di luar sana."
Saat meresapi ini, saya pun mulai merasakan seperti ada ruang dalam diri saya yang terabaikan tak terjamah. Terus terang, ada kalanya saya menuruti ego diri untuk tampil sebagai pria yang serba disiplin di hadapan anak lanang, yang kemudian sering disikapinya dengan drama. Padahal, sayalah yang memegang awal kemudi sikapnya demikian.
Lebih lanjut lagi, ustadz tersebut kemudian menekankan beberapa poin krusial, diantaranya:
1. Suatu hal yang fatal, bila suatu hari mendapati kriteria pasangan anak gadis adalah "ASAL BUKAN SEPERTI BAPAK". Ini adalah awal kegagalan seorang bapak
2. Secara general, seorang Bapak sebisa mungkin terhindar dari 3 sifat: a Tidak peduli dan miskin empati b. Abai mengajarkan adab, c. Memfasilitasi kebutuhan syahwat anak-anaknya. Jika tidak mampu menahan diri dari hal demikian, maka jangan heran bila mendapati bahwa kerusakan keluarga diawali dan dikompori oleh pihak Ayah, sehingga Indonesia disebut sebagai FATHERLESS COUNTRY
3. Sebisa mungkin, seorang Ayah berempati lebih jauh dari sekedar bertanya hal-hal penting dan rutin pada anak-anaknya. Kalau bisa, tenggelam dengan hobi dan kesukaannya anak-anak. Ini merupakan langkah awal terjalinnya hubungan hangat antar AYAH-ANAK
4. Kalau kita bilang berani kembali pada Al Qur'an, sepatutnya menyadari bahwa Al Qur'an pun banyak membahas peran Ayah, sampai-sampai untuk peran seorang Ayah ini menjadi gambaran dominan seorang Nabi, yakni Yaqub AS, dan tetap menjadi penting meski seorang lelaki bukan siapa-siapa, hingga seorang Lukman yang merupakan tukang kayu biasa dan ahli ibadah biasa, -bukan seorang Nabi- diabadikan dalam Al Qur'an. Memang sebesar itulah tanggung jawab seorang Ayah.
5. Seorang Umar pernah membatalkan pengangkatan gubernurnya terhadap seorang calon pejabat, lantaran calon gubernur itu terang2an berdiplomasi bahwa dirinya tidak sempat mengurus anak karena mengurus umat. Umar RA tegas berkata: " Apa gunanya kau menjadi pemimpin besar, kalau orang terdekatmu sendiri TIDAK MERASAKAN MANFAATNYA!"
Adapun berkaca dari ceramah ini, kemduian saya teringat beberapa kajian yang iddapat dari instagram, yang didasarkan dari suatu penelitian ilmiah:
a. Bayi yang diberikan mainan, adakalanya senang bermain dengan benda-benda milik orangtuanya, sebab mereka mengamati tingkah laku orangtuanya, dan ingin menirunya.
b. Anak-anak usia taman kanak-kanak akan lebih banyak berinteraksi dengan orang, ketika fasilitas mainan yang diberikan terbatas, sehingga mereka betul2 memanfaatkan interaksi sebagai 'permainan' mereka.
SAYA PRIBADI TAHU APA HUBUNGAN DARI 2 penelitian ini, kira-kira apa pembaca bisa menebak benang merahnya?
(Jumat agung, 19 Juli 2024)